Model Pembelajaran Realistik Dengan Menggunakan Contoh Yang Relevan Dan Alat Peraga Yang Konkrit Dalam Upaya Meningkatkan Konsep Pemahaman Siswa Tenta

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru sebagai tenaga profesional dituntut untuk memiliki kompetensi paedagogi, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Upaya untuk menguasai keempat kompetensi itu melalui pendidikan formal hanyalah merupakan syarat mutlak bagi guru. Akan tetapi upaya peningkatan kemampuan terus menerus (continuous improvement ) merupakan syarat yang tidak perlu ditawar-tawar lagi. Salah satu pilihan upaya yang bisa digunakan guru untuk melakukan continuous improvement adalah melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu alternatif model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran dalam beberapa siklus secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kesejawatan dan saling membutuhkan (Suharsimi Arikunto, 2006 : 23). Dengankata lain PTK merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikanyang tak pernah berakhir. Dari segi profesionalisme, PTK juga dipandang sebagai suatu unjuk kerja seorang guru yang professional karena studi sistemik yang dilakukan terhadap diri sendiri dianggap sebagai tanda (hallmark) dari pekerjaan guru yang professional (Hopkins, 1993 dalam Wardani, 2000).
Alasan lain yang juga ikut memperkuat perlunya guru melakukan PTK adalah keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan pengembangan di sekolahnya dan mungkin ditingkat yang lebih luas, sehingga ia perlu melakukan reviu terhadap kinerjanya sendiri, untuk selanjutnya dapat dipakai sebagai masukan terhadap kinerjanya sendiri, untuk selanjutnya dipakai sebagai masukan dalam reviu kinerja sekolah. Kegiatan menilai daya serap, reviu muatan kurikulum, atau reviu teknik pembelajaran yang efektif memerlukan keterampilan untuk melaksanakan PTK, guru akan merasa lebih mantap berpartisipasi dalam berbagai kegiatan inovatif. Dengan kata lain PTK adalah suatu tindakan perbaikan pembelajaran yang memerlukan kompetensi secara komperhensif.
Oleh karena itu penulis berupaya sedapat mungkin untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) guna mendapatkan perbaikan – perbaikan dalam pembelajaran. Dalam hal ini penulis mengarahkan pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil analisis nilai siswa kelas V SDN Layung Beurawang Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat untuk topik satuan ukuran berat dan hubungannya diperoleh data sebagai berikut :
A. Pada pembelajaran konsep satuan ukuran berat, nilai rata-rata siswa pada topik ini hanya mencapai 5,00 dari Kriteria Ketuntasan Minimal 6,00.
B. Berdasarkan catatan penulis, pada pembelajaran konsep satuan ukuran berat ini siswa cenderung pasif.
Berdasarkan refleksi yang penulis lakukan, identifikasi penyebab masalahnya antara lain :
1. Guru kurang memberikan contoh-contoh soal realistik (sesuai dengan pengalaman keseharian siswa).
2. Guru kurang memberikan latihan.
3. Guru tidak menggunakan media/alat bantu pembelajaran untuk memperjelas konsep.
4. Kurangnya waktu pembelajaran.
5. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
6. Guru kurang terampil mengelola kegiatan pembelajaran.
7. Guru kurang terampil dalam memotifasi siswa.
Dari analisis penyebab masalah, penulis dengan bantuan rekan sejawat dan supervisor, dalam hal ini adalah pengawas SD merencanakan alternatif pemecahan masalah. Alternatif pemecahan masalahnya sebagai berikut :
a. Matematika
Pembelajaran Konsep Satuan Ukuran Berat akan menggunakan :
1. Pendekatan pembelajaran realistik.
2. Frekuensi latihan pemecahan masalah di tambah
3. Menggunakan alat peraga gambar tangga ukuran satuan berat dan timbangan yang sering digunakan didalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah model pembelajaran realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan pengalaman menggunakan alat peraga yang konkrit dapat meningkatkan konsep pemahaman siswa tentang satuan ukuran berat ?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Kegiatan perbaikan pembelajaran yang penulis laksanakan bertujuan :
1. Mendeskripsikan pembelajaran realiatik untuk satuan ukuran berat.
2. Mendeskripsikan dampak penggunaan pembelajaran realistik dengan penambahan latihan terhadap hasil belajar siswa.
3. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam menerapkan model pembelajaran realistik.
4. Menerapkan solusi yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dalam menerapkan model pembelajaran realiatik dan alat peraga yaitu gambar tangga satuan ukuran berat dan alat ukur berat seperti timbangan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Bagi siswa pembelajaran model pembelajaran yang lain dari biasanya memberikan pengalaman baru dan diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan belajarnya. Siswa memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran adalah dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, karena itu keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh siswa. Disamping itu, melalui penelitian ini siswa terlatih untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah dan siswa didorong aktif secara fisik, mental, dan emosi dalam pembelajaran.
Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesional, dan pembelajaran inkuiri menjadi alternatif pembelajaran untuk meningkatkan prestasi siswa. Memberikan kesadaran guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan, materi, karakteristik siswa, dan kondisi pembelajaran. Guru mempunyai kemampuan dalam merancang model pembelajaran yang merupakan hal baru bagi guru, dan menerapkannya dalam pembelajaran. Dengan penelitian ini, kemampuan guru mengaktifkan siswa dan memusatkan pembelajaran pada pengembangan potensi diri siswa juga meningkat, sehingga pembelajaran lebih menarik, bermakna, menyenangkan, dan mempunyai daya tarik. Disamping itu penelitian ini dapat memperkaya pengalaman guru dalam melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan refleksi diri atas kinerjanya melalui PTK.
Bagi kepala sekolah penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk kebijakan dalam upaya meningkatkan proses belajar mengajar (PBM) dan meningkatkan prestasi belajar siswa serta perlunya kerjasama yang baik antar guru dan antara guru dengan kepala sekolah.
Bagi pembaca penelitian ini diharapkan dapat disajikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Alat Peraga dalam Pengajaran Matematika
Sejak tahun 50-an sampai tahun 70-an tidak kurang dari 20 rangkuman penelitian penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika. Di antaranya yang paling lengkap adalah rangkuman Dr. Higgins dan Dr.Suydan tahun 1976, yang antara lain menyimpulkan :
1) Pada umumnya penelitian itu berkesimpulan bahwa pemakaian alat peraga dalam pengajaran matematika itu berhasil atau efektif dalam mendorong prestasi siswa.
2) Sekitar 60% lawan 10% menunjukkan keberhasilan yang meyakinkan dari belajar dengan alat peraga terhadap yang tidak memakai. Besarnya persentase yang menyatakan bahwa penggunaan alat peraga itu paling tidak hasil belajarnya sama dengan yang tidak menggunakan alat peraga adalah 90%.
3) Manipulasi alat peraga itu penting bagi siswa SD di semua tingkatan.
4) Ditemukan sedikit bukti bahwa manipulasi alat peraga itu hanya berhasil ditingkat yang lebih rendah. Ada beberapa fungsi atau manfaat dari penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika, di antaranya:
1) Dengan adanya alat peraga, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya mempelajari matematika semakin besar. Anak akan terangsang, senang, tertarik, dan bersikap positif terhadap pengajaran matematika.
2) Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk kongkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti.
3) Alat peraga dapat membantu daya tilik ruang, karena tidak membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang sehingga dengan melalui gambar dan benda-benda nyatanya akan terbantu daya tiliknya sehingga lebih berhasil dalam belajarnya.
4) Anak akan menyadari adanya hubungan antara pengajaran dan benda-benda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu dengan alam sekitar dan masyarakat.
5) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk kongkret, yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan objek penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide baru dan relasi-relasi baru.
Alat peraga untuk menerangkan konsep matematika itu dapat berupa benda nyata dan dapat pula berupa gambar atau diagramnya. Alat peraga yang berupa benda-benda real itu memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan benda-benda nyata itu dapat dipindah-pindahkan atau dimanipulasikan sedangkan kelemahannya tidak dapat disajikan dalam bentuk tulisan atau buku. Karenanya untuk bentuk tulisan kita buat gambarnya atau diagramnya tetapi tetap masih memiliki kelemahan karena tidak dapat dimanipulasikan berbeda dengan benda-benda nyatanya.
2.2 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Seringkali kita mendengar kata penelitian, yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris : research, yang berarti kegiatan pencaharian atau ekspolrasi untuk menemukan jawaban dari masalah yang menjadi bidang kajian. Adapun yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau classroom action research, yaitu satu action research yang dilakukan di kelas. Dari segi semantik (arti kata) action research diterjemahkan menjadi penelitian tindakan. Carr dan Kemmis (McNiff, J, 1991, p.2) mendefisikan action research sebagai berikut :
Action research is a form of self – refflective enquiry undertaken by participants (teachers, students or principals, for example) in social (including educational) situations in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and the situations (and institutions) in which the practices are carried out.
Berdasarkan definisi di atas terdapat beberapa ide pokok antara lain :
1) Penelitian Tindakan Kelas merupakan satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan melalui refleksi diri.
2) Penelitian Tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang diteliti, seperti guru, siswa, atau kepala sekolah.
3) Penelitian Tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan.
4) Tujuan Penelitian Tindakan adalah untuk memperbaiki : dasar pemikiran dan kepantasan dari praktek-praktek, pemahamn terhadap praktek tersebut, serta situasi atau lembaga tempat tersebut dilaksanakan.
Dari keempat ide pokok di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian dalam bidang sosial, yang menggunakan refleksi diri sebagai metode utama dilakukan oleh orang yang terlibat di dalamnya, serta bertujuan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai aspek. Berdasarkan pengertian tersebut maka Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan guru di dalam kelasnya melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN
A. Subjek Penelitian
Lokasi pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilaksanakan di kelas V (Lima) SDN Layung Beurawang Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat. Waktu pelaksanaan adalah dimulai dari tanggal 4 Agustus 2009 dengan rincian sebagai berikut :
a. Pada hari Selasa tanggal 4 Agustus 2009 perbaikan pembelajaran Matematika siklus I dari pukul 08.00 sampai dengan 09.45.
b. Pada hari Selasa tanggal 11 Agustus 2009 perbaikan pembelajaran siklus II dari pukul 08.00 sampai dengan 09.45.
Karakteristik siswa kelas V SDN Layung Beurawang adalah sebagai berikut : Jumlah siswa sebanyak 19 orang dan jumlah siswa perempuan adalah 8 orang dan laki-laki yang berasal dari desa-desa di sekitar SDN Layung Beurawang yaitu desa Rambung, kuereuseng, beurawang dan kuta padang. Latar belakang siswa berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. 70 % pekerjaan orang tua siswa adalah petani , 20 % adalah pedagang sisanya pegawai negeri sipil. Dari 19 siswa, 2 orang diantaranya adalah tidak naik kelas pada tahun ajaran sebelumnya.
B. Deskripsi Persiklus
Kegiatan perbaikan pembelajaran matematika untuk konsep satuan ukuran berat, dilaksanakan dalam dua siklus pembelajaran yang meliputi kegiatan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Pada setiap siklus perbaikan, penulis dibantu oleh rekan sejawat dan supervisor yaitu pengawas TK/SD untuk wilayah Samatiga Raya yang selanjutnya pada laporan ini disebut tim peneliti. Berikut deskripsi dari setiap prosedur kegiatannya :
1. Perencanaan
Pada siklus I berdasarkan identifikasi penyebab masalah pada pembelajaran pra siklus guru, rekan sejawat dan supervisor yang selanjutnya disebut tim peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :
a) Merancang strategi dan skenario kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan pembelajaran yang disesuaikan dengan pendekatan belajar realistik berbasis materi dan media yang nyata dan dekat dengan siswa dengan penekanan pada metode penyelidikan.
b) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan pendekatan belajar yang dimaksud.
c) Menetapkan indikator ketercapaian dan menyusun instrumen pengumpul data.
Sedangkan pada rencana tindakan siklus II yang dirumuskan berdasarkan refleksi dari siklus I tim peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :
a) Melakukan review dan re-planning rancangan pembelajaran dimana pada siklus II fokus kegiatan belajarnya terletak pada pendemonstrasian teknik menyelesaikan soal cerita tentang ukuran satuan berat dengan memanfaatkan pendekatan belajar yang realistik berbasis materi dan media yang nyata dan dekat dengan siswa.
b) Mengembangkan lembar kerja siswa.
c) Mengembangkan instrumen observasi.
2. Pelaksanaan/Tindakan
Pada kegiatan pelaksanaan siklus I, rincian kegiatan yang dilakukan peneliti, rekan sejawat dan supervisor ialah :
1. Peneliti sehari sebelum melaksanakan perbaikan pembelajaran, terlebih dahulu melakukan semacam micro teaching/simulasi tentang pembelajaran inkuiri dengan bimbingan supervisor.
2. Melaksanakan perbaikan pembelajaran di kelas sesuai langkah-langkah yang tercantum pada perencanaan perbaikan pembelajaran. Secara garis besar prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebagai berikut :
• Mengajukan pertanyaan eksploratif/probing kepada siswa untuk menggali pehamaman mereka tentang satuan ukuran berat dan pemecahan masalah yang melibatkan satuan ukuran berat.
• Mengenalkan terlebih dahulu konsep awal satuan ukuran berat.
• Membagi siswa menjadi kelompok penyelidikan terpandu untuk menyelesaikan soal-soal tentang pemecahan masalah yang berkaitan dengan satuan ukuran berat dengan menggunakan panduan Lembar Kerja Siswa (LKS).
• Membimbing siswa untuk mengakurasi hasil penyelidikannya dengan penanaman konsep tentang satuan ukuran berat.
3. Rekan sejawat dan supervisor di belakang kelas melakukan pengamatan.
4. Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat melakukan tahap tindakan. Sedangkan pada siklus II garis besar prosedur pelaksanaan perbaikan pembelajarannya adalah sebagai berikut :
• Kegiatan siswa berlomba menulis dan menyebutkan satuan ukuran berat yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
• Mendemonstrasikan teknik cara mengukur berat benda dengan menggunakan timbangan .
• Memberikan contoh-contoh soal yang dekat dengan siswa.
• Melatih siswa menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan pemecahan masalah satuan ukuran berat.
3. Pengamatan
Pada kegiatan pengamatan, rekan sejawat dan supervisor mengamati peneliti dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran dan mengamati perilaku siswa pada proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen lembar observasi.(lihat lampiran).
Selain intrumen observasi di atas, tim peneliti akan menjadikan hasil penilaian siswa dalam pengerjaan LKS dan pengamatan kerja kelompok sebagai bahan refleksi.
4. Refleksi
Berdasarkan lembar observasi (lihat lampiran) masih terjadi kelemahan-kelemahan mendasar pada saat perbaikan pembelajaran siklus I antara lain,
• Contoh yang disajikan guru masih kurang.
• Sistematika penyajian perlu diperbaiki. Pada saat tahap pengenalan konsep mestinya peneliti menggunakan pengetahuan siswa yang dikuasai tentang konsep satuan ukuran panjang untuk dikaitkan dengan konsep satuan ukuran berat.
• Sebagian siswa masih belum memahami penjelasan guru.
Sedangkan kekuatan perbaikan pembelajaran pada siklus I yaitu :
• Pembelajaran inkuiri berimbas positif terhadap perubahan aktifitas dan kreatifitas siswa.
• Alat peraga gambar tangga satuan ukuran berat cukup komunikatif dalam menyampaikan pesan pembelajaran.
Selain hal tersebut agar kemampuan siswa secara individual dapat diukur, pada LKS kelompok ada perintah untuk pengerjaan secara individual dalam naungan kelompok.
Sedangkan pada siklus II berdasarkan hasil observasi (terlampir) yang dilakukan rekan sejawat dan supervisor, didapati kekuatan-kekuatan perbaikan pembelajaran siklus II antara lain :
• Penjelasan guru menjadi lebih jelas.
• Menggunakan alat peraga konkrit.
• Contoh dan latihan disampaikan relevan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan.
• Sistematika penyajian terurut dengan baik
• Kerjasama antar anggota kelompok cukup baik
• Model pembelajaran dapat memotifasi siswa untuk lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Per Siklus
Siklus I
Setelah melakukan perencanaan tindakan dimana rancangan pembelajaran menggunakan pendekatan realistik dan alat peraga gambar tangga satuan ukuran berat dan beberapa jenis timbangan berbasis metode penyelidikan berpandu pada LKS, pelaksanaan berdasarkan prosedur pembelajaran yang di rancang dan pengamatan berdasarkan instrumen observasi. Diperoleh data perbandingan sebagai berikut :
a. Data nilai siswa
Siklus KKM Terendah Tertinggi Modus Rata-Rata
Pra Siklus 60,00 35,50 60,50 45,00 45,80
Siklus I 60,00 50,00 75,00 60,00 60,50
Keterangan :
1. KKM = Kriteria Ketuntasan Minimal.
2. Nilai lengkap lihat pada lampiran.
b. Data Observasi
Data-data yang diperoleh dari observasi adalah, sebagian siswa belum memahami penjelasan guru, kurangnya contoh, kurangnya latihan, adanya peningkatan kemajuan belajar, lebih aktif dari pembelajaran sebelumnya, metode sudah cukup veriatif, perlunya konsep yang sudah dikuasai anak ditampilkan pada kegiatan awal.
Dari paparan tersebut dapat digambarkan keberhasilan-keberhasilan antara lain, pertama pendekatan belajar sudah tepat, kedua alat peraga memudahkan siswa engerjakan LKS, ketiga siswa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Sedangkan kelemahan-kelmahannya dapat digambarkan sebagai berikut, pertama belum semua siswa memahami penjelasan yang disampaikan guru, kedua masih ada nilai siswa yang belum mencapai nilai KKM, ketiga contoh dan latihan belum cukup dari segi kuantitas untuk meningkatkan kemampuan siswa.
Siklus II
Setelah melakukan rancang ulang rencana tindakan, melaksanakan tindakan yang dirancang, dan observasi pada pengamatan, diperoleh data sebagai berikut :
a. Data nilai siswa
Siklus KKM Terendah Tertinggi Modus Rata-Rata
Siklus I 60,00 50,00 75,00 60,00 60,50
Siklus II 60,00 60,00 80,00 65,00 67,03
1. KKM = Kriteria Ketuntasan Minimal.
2. Nilai lengkap lihat pada lampiran.
b. Data Observasi
Siswa memahami penjelasan konsep, contoh tepat, Latihan cukup, semua siswa sudah menunjukkan kemajuan belajar, metode penyelidikan membuat siswa tertantang sehingga terlibat aktif dalam proses pembelajaran, langkah pembelajaran terurut dengan baik sehingga setiap langkah bermakna dalam meningkatkan pemahaman siswa.
Dari data-data di atas khususnya dari nilai siswa apabila data nilai siswa ditampilkan dengan grafik, akan terlihat sebagai berikut :

B. Pembahasan
Berdasarkan data-data di atas temuan yang cukup menarik dari pembelajaran siklus I adalah rata-rata nilai siswa meningkat 32 % dibandingkan pembelajaran sebelumnya namun masih ada beberapa siswa yang belum mencapai nilai KKM (lihat nilai terendah). Apabila dikomparasi dengan hasil observasi rekan sejawat maka penyebabnya bukan pada model pendekatan pembelajaran dan alat peraga yang digunakan tetapi dari cara guru menjelaskan, latihan dan contoh yang kurang dan desain sistematika penyajian. Dengan kata lain teori belajar yang melandasi penggunaan pendekatan ini memang terbukti dapat meningkatkan keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Melihat hal tersebut tidak salah kiranya tim peneliti merekomendasikan agar cara menjelaskan guru diperbaiki dimana mengurangi istilah-istilah yang tidak dimengerti siswa, menggunakan ilustrasi-ilustrasi, diucapkan ulang pada bagian penting materi. Dan rekomendasi yang penting adalah perubahan pada kegiatan awal dimana pembelajaran dikaitkan dengan konsep yang sudah dipelajari anak. Sehingga hasil belajar siklus II meningkatkan kembali rata-rata nilai siswa menjadi 40 %.


BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN TINDAK LANJUT
A. Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan perbaikan pembelajaran ini adalah :
1. Pendekatan pembelajaran inkuiri terpandu membuat siswa termotivasi sehingga mereka terlibat aktif dalam pembelajaran.
2. Model belajar secara kelompok dapat menjembatani kesenjangan kemampuan antar siswa.
3. Alat peraga yang komunikatif dan relevan dengan pengalaman belajar anak dapat meningkatkan pemahaman siswa.
B. Saran dan Tindak Lanjut
1. Disarankan kepada rekan-rekan sejawat yang mengalami masalah serupa dalam pembelajaran satuan ukuran berat agar melakukan pendekatan inkuiri sehingga pembelajaran menjadi bermakna karena siswa sendiri yang mengkonstruksi pengetahuannya.
2. Kepada Kepala Sekolah disarankan agar membuka ruang kepada guru untuk bebas berkreasi dalam melakukan kegiatan profesionalnya dan mengutamakan proses ketimbang hasil.
3. Kepada supervisor dalam hal ini pengawas TK/SD wilayah Samatiga Raya agar selalu membuka wawasan dan mengubah pandangan guru untuk selalu menyajikan pembelajaran yang variatif dan bermakna dan efektif dalam meningkatkan hasil belajar.


DAFTAR PUSTAKA
1. Andayani, dkk.(2007). Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta : Universitas Terbuka
2. Anonim (2006) Kurikulum Standar isi. Jakarta : Depdiknas
3. Arifin, Zainal (1994). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
4. Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; & Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
5. Karso, dkk. (2000) Pembelajaran Matematika II. Jakarta : Universitas Terbuka
6. Wardani, I G. A. K.; Wihardit, K; & Nasoetion, N (2000). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka

Perlu Pemahaman Bimbingan Dan Konseling Bagi Guru Dalam Proses Belajar Mengajar

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkak dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan.
B. Rumusan Masalah
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
C. Tujuan
Tujuan dari pada penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh bimbingan dan konseling serta dukungan orang tua terhadap prestasi belajar anak di sekolah dasar baik secara parsial maupun simultan.


BAB II
PERLU PEMAHAMAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tentang bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya.
Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson ,1951).
Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
“Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu” (Bernard & Fullmer ,1969).
Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa bimbingan
dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
Mathewson mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah :
“Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”
B. Tujuan bimbingan dan konseling
Membantu mendirikan peserta didik dan mengembangkan potensi –potensi mereka secara optimal.
C. Fungsi bimbingan dan konseling
a. Pemahaman, bimbingan dan konseling yang diberikan kepada anak didik (klien) agar dapat memahami segala sesuatu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pencegahan, memberi pencegahan pada siswa atau klien agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak dikehendaki terhadap dirinya.
c. Pengentasan, . bimbingan dan konseling yang diberikan kepada klien agar tuntasnya masalah yang dialami klien.
d. Pemeliharaan dan pengembangan, bimbingan dan konseling diberikan kepada klien /siswa agar dapat mempertahankan dan mengembangkan.
e. Advokasi, keputusan yang diambil dalam proses konseling ada ditangan klien sendiri guru.
D. Jenis Layanan Konseling
a. Layanan Orientasi, Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik untuk memahami lingkungan yang baru dimasuki, untuk mempermudah, memperlancar perannya anggota didik dilingkungan baru.
b. Layanan Informasi, layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik menerima berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik.
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran, layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan penyaluran yang tepat (didalam kelas, kelompok belajar, program studi, program latihan, magang, KO/Ekstra sesuai dengan potensi, bakat dan minat serta kondisi pribadinya.
d. Layanan Pembelajaran, Layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenan dengan sikap dan kebiasaan yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajar serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh. Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus melalui suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan peneliti yang telah dikemukakan diatas, maka penyusun dapat mengemukakan beberapa saran diantaranya adalah :
1. Disarankan kepada guru bimbingan dan konseling dalam membantu siswa menentukan karir dilakukan secara berkesinambungan dan adanya ketuntasan, sehingga siswa yang mendapat bimbingan dapat memahami dengan pasti kemampuan yang dimilikinya.
2. Guru bimbingan dan konseling mengambil langkah preventif kepada siswa yang memiliki masalah dalam pemilihan karir.
3. Menyediakan waktu yang seluas-luasnya kepada siswa baik yang memiliki masalah ataupun yang tidak memiliki masalah.


DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York : McMillan Publishing.
Gerlald Corey. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara), Bandung : Refika
Gerungan 1964. Psikologi Sosial. Bandung : PT ErescoH.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB – IKIP Bandung
.———-2006. Profesionalisme Konselor dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (makalah). Majalengka : Sanggar BK SMP, SMA dan SMK
Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
.———-, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta

Kehidupan Beragama Di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak para ‘ahli dan pemuka agama’ telah berusaha dengan segala cara demi terciptanya hubungan yang mesra dan harmonis diantara umat beragama, melalui tulisan-tulisan baik buku, majalah, jurnal bahkan melalui seminar dan mimbar-mimbar ‘khutbah’ mereka senantiasa menyarankan akan arti pentingnya kerjasama dan dialog antar umat beragama meskipun nampaknya saran-saran mereka belum memiliki ‘efek’ yang begitu menggembirakan.
Seringnya konflik dan pertikaian yang menggunakan ‘baju agama’, merebaknya aksi-aksi teroris, pembakaran dan pengrusakan sarana dan tempat-tempat ibadah di negara kita, masih saling curiga mencurigai antara umat Islam dan Kristen serta kepada agama-agama lainya, cukup membuktikan kegagalan para penganjur ‘perdamaian’ tersebut. Meskipun begitu, ‘doktrin’ perdamaian dan persahabatan ini harus senantiasa kita teruskan, kemudian kita coba kembangkan dan dakwahkan, melalui strategi-strategi baru yang lebih efektif dan relevan, kepada saudara-saudara kita, teman-teman dan peserta didik kita kapan pun dan dimana pun kita berada.
Kekerasan dapat mengandung warna religius, entah dalam bentuknya, entah sebagai tujuan, entah sebagai simbol dramatis, kekerasan dapat dilakukan dengan penuh hormat, seakan akan sang provokator menjumpai "sang maha pesona". Konflik profan terbatas dapat bereskalasi menjadi kekerasan, bila isue-isue yang dipertaruhkan diwarnai dengan aspek religie, hal ini tampak tersirat dalam berbagai kekerasan akhir-akhir ini.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyatukan sesama umat beragama dan mengikat persahabatan antar umat beragama dan memahami arti toleransi antar umat beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Toleransi Kehidupan Beragama Di Indonesia
Toleransi kehidupan beragama dan hidup berdampingan secara damai di Indonesia dapat dijadikan model kehidupan beragama bagi kawasan lain. Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia juga berperan sebagai model yang mewakili tradisi Islam moderat yang dapat hidup berdampingan secara damai dengan penganut agama lain.
B. Memaknai Kebebasan
Kebebasan menjadi slogan yang selalu bergemuruh di pelbagai tempat. gemuruh kebebasan berjalan seiring bersama gegap gempita reformasi di negeri ini, dengan bertameng demokrasi, dan berkedok Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan menjadi adagium yang selalu nyaring disuarakan oleh pelbagai kelompok dan komunitas .
Genderang kebebasan seolah menjadi intisari dari demokrasi yang cenderung, menjadi bebas tanpa nilai dan batas. Jika merujuk kepada pengertian sederhananya, dalam bahasa Indonesia, kebebasan yang berakar kata dari bebas memiliki beberapa pengertian, yaitu,
1) Lepas sama sekali.
2) Lepas dari tuntutan, kewajiban dan perasaan takut.
3) Tidak dikenakan hukuman dsb.
4) Tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan.
5) Merdeka.
Pengertian kata bebas secara lughah ini tentu tidak memadai dan memungkinkan dijadikan pijakan hukum secara personal dalam realitas sosial. Karena, jika itu terjadi, maka akan melahirkan ketidakbebasan bagi pihak lain. Ini berarti, tidak ada seorang-pun bebas sepenuhnya, karena kebebasan itu dibatasi oleh hak-hak orang lain.
Dengan demikian, pengertian kebebasan secara akademik terikat oleh aturan-aturan, baik agama, maupun budaya. Keterikatan makna bebas dengan konsepsi keagamaan dan budaya inilah membuat pengertiannya menjadi bias dan subyektif. Karena setiap agama dan budaya memiliki aturan dan norma yang mungkin berbeda sesuai titah yang direduksi dari ajaran kitab suci setiap agama dan konsepsi budaya itu.
C. Problematika Di Indonesia
Adanya indonesia, membuat umat Islam menjadi mayoritas, dan karena adanya umat Islam, terwujudnya Indonesia yang merdeka. Ungkapan ini setidaknya menggambarkan bahwa antara Islam sebagai agama dan indonesia sebagai negara tidak terpisahkan, baik dalam bingkai historis maupun ideologis. Secara historis, keberadaan Islam sebagai sebuah agama yang diyakini oleh mayoritas rakyat Indonesia, telah bersemayam dalam keyakinan, bahkan sebelum lahirnya indonesia.
Secara ideologis, norma ajaran Islam telah mempengaruhi dan bahkan menjadi acuan dalam format identitas bangsa Indonesia. Meskipun, kenyataannya sekarang, Indonesia tidak memiliki “kelamin” yang jelas dalam memposisikan dirinya terhadap agama. Sebagai bangsa, Indonesia memiliki rakyat yang mayoritas beragama Islam dan syariat Islam menjadi living law di tengah masyarakat, namun sebagai negara, Indonesia bukan, atau masih ‘malu-malu’ untuk disebut negara agama.
Ketidak jelasan status inilah yang menjadi perdebatan panjang dan sampai hari ini belum usai, apakah indonesia negara sekuler, yang memisahkan diri dari agama, atau negara agama, dalam arti menjadikan agama sebagai pijakan hukum negara.
Perdebatan agama negara dan negara agama atau hubungan agama dengan negara dalam konteks keindonesiaan sudah berlansung semenjak kelahiran indonesia sebagai negara bangsa. Perdebatan status negara di mata agama di indonesia bukan semata persoalan kepentingan politik umat mayoritas yang kebetulan beragama Islam. Akan tetapi, secara substantif, dogma Islam tidak dapat dipisahkan dengan negara.
Mengingat risalah Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW merupakan agama yang penuh dengan ajaran dan undang-undang (qawanin) yang bertujuan membangun manusia guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Dalam hukum Islam, orientasi hukum tidak lepas dari dua hal :
Pertama. Hukum yang berpijak pada landasan lahiriah (mustamid ‘ala al-zahir), yaitu hukum mengatur hubungan manusia dengan sesama makhluk.
Kedua. Hukum yang berlandaskan bathin, yaitu hukum merujuk kepada hubungan manusia dengan Tuhan. Dari itu, dalam Islam tidak dikenal dikotomi antara agama dan negara, keduannya bagai sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam pemahaman Islam, adanya negara bukan saja atas dasar kesepakatan masyarakat (kontrak sosial) namun juga atas dasar fungsi manusia sebagai hamba Tuhan yang bergelar khalifah yang mengemban kekuasaan sebagai amanah-Nya. Dengan demikian, manusia harus melakukan amar makruf nahi munkar sebagai aplikasi dari perintah Tuhan dalam mencapai kehidupan yang sejahtera dunia akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terciptanya hubungan yang mesra dan harmonis diantara umat beragama, melalui tulisan-tulisan baik buku, majalah, jurnal bahkan melalui seminar dan mimbar-mimbar yang senantiasa menyarankan akan arti pentingnya kerjasama dan dialog antar umat beragama.
2. Dalam konteks keindonesiaan, bincang kebebasan beragama sebenarnya juga bisa dianggap selesai, karena secara kasat mata, agama Islam yang diyakini oleh mayoritas rakyat indonesia, tidak berbeda “asumsi”nya dengan Islam dimanapun di dunia.
B. Saran
1. Agar terciptanya hubungan yang harmonis antar umat beragama harus banyak berdialog.
2. Toleransi kehidupan beragama dan hidup berdampingan secara damai di indonesia harus dijadikan model kehidupan beragama bagi kawasan lain.


DAFTAR PUSTAKA
Syamsul Ma’arif, M. Ag. (islam dan pendidikan pluralisme) ,Semarang.
Abdullah, Fatimah. “Konsep Islam Sebagai Din, Kajian Terhadap Pemikiran al-Attas”, Islamia, September-November 2004.
al-Anshary, Abd Hamid Ismail. Nizam al-Hukm fi al-Islam, Qatar, Dar Qutry bin al-Faja,ah, 1985.
al-Daqs, Kamil Salamah. Ayat al-Jihad fi al-Qur’an al-Karim. Kuwait, Dar al-Bayan, 1972.
al-Ghazali, Muhammad. al-Ta’assub wa al-Tasamuh Baina al-Masihiyah wa al-Islam. Kuwait, Dar al-Bayan, tt.
al-Ghazali, Muhammad. Fiqh al-Sirah. Alexandrea, Dar al-Dakwah, 2000.
al-Jurjani, Ali bin Muhammad bin Ali. Kitab al-Ta’rifat. tt, Dar al-Diyah li al-Turats, tt.

Teknologi dan pembangunan pertanian

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional yang strategis
dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan devisa Negara. Seperti
diamanatkan dalam GBHN 1998 bahwa sektor pertanian diarahkan pada upaya
peningkatan produksi dan produktifitas hasil pertanian, dengan menerapkan
berbagai tekhnologi yang dianjurkan hal tersebut dalam rangka mendukung
kebutuhan pangan baik untuk rumah tangga maupun industri. Sebagai Negara agraris, pertanian di Indonesia berperan sangat vital dan menentukan bagi kelangsungan hidup serta kesejahteraan bangsa dan negara.
Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian. Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masih banyak lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.
Teknologi pertanian sering dipahami sebagai penggunaan mesin-mesin pertanian lapang (mechanization) pada proses produksi pertanian, bahkan sering dipandang sebagai traktorisasi. Sebagian besar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari dunia. Berdasarkan data tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
B. Tujuan
Relevansinya dengan hal tersebut, beberapa hal penting yang harus dilaksanakan antara lain adalah merencanakan atau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan). Selain itu juga mendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana pertanian sampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern. Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan. Apabila hal tersebut telah kita miliki, maka dalam menghadapi era global nanti kita sudah punya bekal paling tidak ketahanan pangan dalam menghadapi beberapa goncangan. Dengan ketahanan pangan berarti bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya persaingan pada era global dapat dihindarkan. Pada akhirnya kita punya modal kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang berdaulat dan bermartabat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Mekanisme Pembangunan Pertanian
Mekanisme pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya.
Secara umum Mekanisme pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian. Ada pula yang mengartikan bahwa pada saat ini teknologi Mekanisme yang digunakan dalam proses produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Mekanisme pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi.
Penerapan teknologi Mekanisme pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksi sendiri untuk digunakan oleh petani mereka.
B. Pembangunan Pertanian Dalam Paradigma Baru
Dalam perubahan-perubahan yang terjadi dalam sektor pertanian negara-negara yang sedang berkembang, baik pada lingkungan internal maupun eksternal, terdapat tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam penyusunan paradigma baru pembangunan pertanian.
Di tengah-tengah perubahan-perubahan eksternal dan internal tersebut, bagaimana menciptakan kebijaksanaan pertanian yang menjamin agar petani dapat memperoleh hak mereka atas air dan bibit, yang mereka butuhkan untuk mengelola usaha tani secara lestari. Air merupakan sarana produksi yang utama bagi petani untuk membangun usaha taninya. Pada saat ini bukan lagi hanya terkait dengan kebutuhan pertanian, tetapi telah menjadi kebutuhan atau milik sektor perekonomian yang ada di negara kita. Bertambahnya peminat yang ingin memanfaatkan air mendorong terjadinya persaingan. Umumnya sektor pertanian menjadi sektor yang relatif lemah dalam kancah persaingan tersebut, birokrasi umumnya melihat industri lebih maju dari agraris sehingga mendapat prioritas yang lebih untuk mendapatkan hak atas air.
C. Pembangunan Pertanian Dalam Era Reformasi
Pada era reformasi, paradigma pembangunan pertanian meletakkan petani sebagai subyek, bukan semata-mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Karena itu pengembangan kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani, merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan. Upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran Pemerintah adalah sebagai stimulator dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan pada paradigma tersebut maka visi pertanian memasuki abad 21 adalah pertanian modern, tangguh dan efisien.
Untuk mewujudkan visi pertanian tersebut, misi pembangunan pertanian adalah memberdayakan petani menuju suatu masyarakat tani yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan. Hal ini akan dapat dicapai melalui pembangunan pertanian dengan strategi optimasi pemanfaatan sumber daya domestik (lahan, air, plasma nutfah, tenaga kerja, modal dan teknologi). Perluasan spektrum pembangunan pertanian melalui diversifikasi teknologi, sumber daya, produksi dan konsumsi Penerapan rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi secara dinamis, dan Peningkatan efisiensi sistem agribisnis untuk meningkatkan produksi pertanian.
D. Peningkatan Sumber Daya Manusia
IPTEK dan berdaya saing tinggi, sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan bagi petani dan masyarakat secara berimbang.
Salah satu langkah operasional strategis yang dilakukan dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas adalah Gerakan Mandiri (Gema) yang merupakan konsep langkah-langkah operasional pembangunan pertanian, dengan sasaran untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian petani dalam melaksanakan usaha taninya. Melalui gerakan ini komoditas hortikultura yang dikembangkan adalah sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat unggulan.
Komoditas yang diutamakan adalah yang bernilai ekonomi tinggi, mempunyai peluang pasar besar dan mempunyai potensi produksi tinggi serta mempunyai peluang pengembangan teknologi. Adapun upaya yang dilaksanakan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya hortikultura unggulan tersebut meliputi penumbuhan sentra agribisnis hortikultura dan pemantapan sentra hortikultura yang sudah ada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang tersebut maka kami menyimpulkan bahwa setiap warga Negara diharuskan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya agar mampu mengelola sumber daya alam dan mampu menciptakan teknologi tinggi sehingga dapat bersaing dengan Negara maju lainnya meningkatkan etos kerja yang tinggi agar lebih produktif.
B. Saran
Di harapkan agar setiap warga Negara lebih meningkatkan kualitas diri, melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan baik formal maupun informal. Dan dengan lahirnya undang undang otonomi daerah maka di harapkan pembangunan infrastruktur lebih maju lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Akhmad, Mencermati Implementasi UU Sumberdaya Air, Kompas Edisi 15 Juni 2004.
Ibrahim, Jabal Tarik, 2002, Sosiologi Pedesaan, UMM Press
Soetrisno, Loekman, 1999, Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan Sosiologis, Penerbit Kanisius
Soemarjan, Selo. 1993. Cultural Change in Rural Indonesia: Impact of Village Development. Sebelas Maret University Press.
Subejo, 2002, Penyuluhan Pertanian Indonesia: Isu Privatisasi dan Implikasinya, Jurnal Agro Ekonomi Vol.9 (2):27-36, Desember 2002.

Perlu Dukungan Ortu Thdp Prestasi Anak Di SD

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah antara lain ditentukan oleh ketepatan pemahaman guru terhadap perkembangan murid, pemahaman terhadap perkembangan murid tersebut, dapat menjadi dasar bagi pengembangan strategi dan proses pembelajaran yang membantu murid mengembangkan perilaku-perilakunya yang baru. ku yang relatif berbeda dengan murid lainnya.
Mengingat tanggung jawab pendidikan anak ditanggung oleh keluarga dalam pendidikan informalnya dan ditanggung oleh sekolah dalam pendidikan formal, maka orang tua harus berperan dalam menanamkan sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian. Selain itu, orang tua juga harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya serta harus dapat menunjukkan kerja samanya dalam mengarahkan cara anak belajar dirumah, membuat pekerjaan rumahnya, tidak menyita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, orang tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar.
Menurut Piaget (1896-1980). Anak adalah seorang yang aktif, membentuk atau menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka mengeksplorasi lingkungan dan kemudian tumbuh secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang muncul dalam penyusunan makalah ini adalah orang tua harus berperan dalam menanamkan sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian dan pengaruh motivasi, dukungan orang tua dan asal sekolah terhadap prestasi belajar baik secara parsial maupun simultan.
C. Tujuan
Tujuan dari pada penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi, dukungan orang tua terhadap prestasi belajar anak di sekolah dasar baik secara parsial maupun simultan.

BAB II
PERLU DUKUNGAN ORTU TERHADAP PRESTASI ANAK DI SD
A. Motivasi Dalam Proses Belajar Mengajar
Motivasi berasal dari kata “motif” yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata “motif”, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.
B. Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi merupakan salah satu faktor psikologi dalam belajar yang mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai penggerak atau pendorong jiwa seseorang untuk melakukan suatu kegiatan belajar. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Adapun faktor-faktor tersebut meliputi :
a. Cita-cita atau aspirasi siswa
Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar baik intrinsic maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
b. Kemampuan siswa
Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan perkembangan atau kecakapan mencapainya.
c. Kondisi siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar, dan sebaliknya.
d. Kondisi Lingkungan
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib dan indah, maka semangat dan motivasi belajar anak mudah diperkuat.
e. Upaya guru dalam membelajarkan siswa
Guru adalah pendidik profesional yang selalu bergaul dengan siswa, intensitas pergaulan dan bimbingan guru tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Sehingga sebagai seorang yang profesional guru harus mampu membelajarkan siswa secara bijaksana.
C. Pengaruh Tipe Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak
Ada beberapa macam tipe orang tua yang mempengaruhi perkembangan seorang anak, yaitu :
1. Tipe Orang Tua Bayang-bayang
Tipe ini menggambarkan orang tua selalu berada di rumah, tetapi tidak pernah memerankan atau memfungsikan dirinya sebagai orang tua. Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Jika anak bersalah di mata orang tuanya, maka si anak pun tidak lepas dari kemarahan orang tua karena orang tua menganggap si anak seharusnya sudah tahu dan memahami apa yang diinginkan oleh orang tuanya.
2. Tipe Orang Tua Rapuh
Orang tua yang secara emosional rapuh biasanya mudah panik, mudah kuatir, mudah atau sering tersinggung, kurang mempercayai anaknya, dan tidak berani melepaskan anaknya. Orang tua dengan tipe ini biasanya akan selalu berusaha dekat dengan anaknya ke manapun anaknya pergi karena kekuatiran yang berlebihan terhadap keselamatan dan keamanan anaknya.
3. Tipe Orang Tua Kontrol
Tipe orang tua kontrol merupakan tipe orang tua yang suka atau terlalu mengatur dan melindungi anaknya. Misalnya, si anak akan mengerjakan PR melukis dari gurunya, maka orang tua meminta untuk melakukan sesuai keinginan orang tuanya.
4. Tipe Orang Tua Piala
Orang tua dengan tipe ini biasanya hanya akan menghargai anaknya jika anaknya berhasil atau berprestasi. Jika anaknya tidak berprestasi maka anak akan menjadi tumpuan kesalahan dan kemarahan orang tuanya.
5. Tipe Orang Tua Sibuk
Tipe ini menggambarkan orang tua yang (suka) sibuk dengan urusannya sendiri. Mungkin bisa jadi memang dia tidak bekerja, tetapi tetap menyibukkan dirinya sendiri, sibuk dengan urusan pribadinya. Misalnya, sering bertelepon dalam waktu yang tidak bisa dikatakan singkat untuk urusannya sendiri, atau sering bepergian padahal bukan untuk bekerja.
6. Tipe Orang Tua Meninggal
Orang tua dengan tipe ini biasanya tidak atau kurang suka merawat anaknya. Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang oleh orang lain atau pengasuhnya, semua kebutuhan anak tetap dipenuhi oleh orang tuanya melalui si pengasuh.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah antara lain ditentukan oleh ketepatan pemahaman guru terhadap perkembangan murid. Pemahaman terhadap perkembangan murid tersebut, dapat menjadi dasar bagi pengembangan strategi dan proses pembelajaran yang membantu murid mengembangkan perilaku-perilakunya yang baru.
2. Jika orang-tua terlibat langsung dalam pendidikan anak-anak di sekolah, maka prestasi anak tersebut akan meningkat. Setiap siswa yang berprestasi dan berhasil menamatkan pendidikan dengan hasil baik selalu memiliki orang-tua yang selalu bersikap mendukung.

B. Saran
1. Guru harus dapat menerapkan strategi atau metode pembelajaran yang baik yang dapat menumbuhkan semangat atau motivasi belajar siswa, agar prestasi belajar mata pelajaran akuntansi dapat ditingkatkan.
2. Sekolah sebagai wahana belajar siswa, harus dapat melengkapi sarana dan prasarananya termasuk buku-buku penunjang kegiatan belajar.
3. Orang-tua harus terlibat langsung dalam proses pendidikan anak dirumah, maka prestasi anak tersebut akan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah.2001. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindi Persada.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sardiman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta :RajaGrafindo Persada.
Djamarah, Syaifl Bahri,Dkk. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Rineka Cipta.
Hadjar, Ibnu. 1999. Dasar-dasar metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam
Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi aksara.

Metodologi Penelitian STAI Meulaboh

LANGKAH 1
MEMILIH MASALAH
Masalah penelitian dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu dari pengalaman bekerja sehari-hari, dari hasil membaca dan penelaan buku-buku atau dari apa yang di rasakan masalah oleh orang lain yang penting adalah bahwa peneliti harus memahami permasalahan penelitiannya. Hasil penelitian merupakan percayaan dari pengetahuan, oleh karena meneliti itu merupakan atau memerlukan biaya, tenaga, waktu, ketekunan, dan keseriusan dari peneliti. Maka suatu topik atau judul penelitian harus dipilih secara hati-hati hingga memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut :
a. Judul harus sesuai dengan niat.
b. Judul harus dapat di laksanakan.
c. Harus tersedia factor pendukung.
d. Judul harus bermanfaat, penelitian bukan merupakan ulangan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan praktek.
Judul penelitian harus di rumuskan secara jelas hingga mengambarkan:
• Sifat dan jenis penelitian.
• Objek yang di teliti.
• Subjek peneliti.
• Lokasi/daerah penlitian.
• Tahun (waktu) terjadinya peristiwa.
Jenis-jenis problema:
1. Pengetahuan dan mendeskriosikan.
2. Problema komparansi
3. Problema korelasi:
4. Korelasi sejajar dan
5. Korelasi sebab-akibat.

LANGKAH 2
STUDI PENDAHULUAN
Oleh karena judul penelitian sering tidakdituliskan secara lengkap maka penelitian memperjelaskan maksud penelitiannya pada desain yang di susunnya.
Proposal atau usulan penelitian perlu di buat oleh calon penelitian dengan maksud :
1. Memberikan pedoman kerja peneliti.
2. Meminta bantuan dana kepada sposor.
Ada 6 yang harus di jelaskan dalam desain penelitian yaitu ;
1. Penegasan judul dan pembahasan masalah.
2. Alasan pemilihan judul: karena penting, menarik, dan belum ada yang meneliti.
3. Problema penelitian: pertanyaan yang di carikan jawabanya melalui penelitian ,di rumuskan dalam kalimat pertanyaan, merupakan hal yang dipertanyakan.
4. Tujuan penelitian:keiginan yang ada pada penelitian untuk hal-hal yang akan di hasilkan oleh penelitian ,dirumuskan dalam kalimat pertanyaan merupakan jawaban yang ingin di cari.
5. Kesimpulan yang di tulis pada akhir laporan penelitian merupakan jawaban yang di peroleh antara problematic,tujan penelitian dan kesimpulan harus sinkron.
6. Kegunaan hasil penelitian: hasil apa yang akan di sumbangkan untuk kemajuan ilmu pengtahuan merupakan follo w up kesimpulan.

LANGKAH 3
MERUMUSKAN MASALAH
Notoatmodjo (2002) menyebutkan bahwa pada hakikatnya masalah penelitian adalah segala bentuk pertanyaan yang perlu dicari jawabannya, atau segala bentuk rintangan dan hambatan atau kesulitan yang muncul. Jika seorang dosen mau sedikit mencermati, seringkali dosen menemukan banyak sekali kesenjangan antara teori yang diajarkan di kelas dengan kenyataan yang ada di lapangan tempat praktik mahasiswa. Bahkan tidak jarang dosen sering mendapatkan pertanyaan dan protes dari mahasiswanya, karena kesenjangan ini. Dengan demikian, betapa banyak dan kompleksnya masalah penelitian yang dapat ditemukan oleh dosen.
LANGKAH 4
MERUMUSKAN ANGGARAN DASAR (HIPOTESIS)
Anggaran dasar adalah suatu hal yang di yakini keberadaanya oleh peneliti harus di rumuskan secara jelas.
Faedah :
1. Untuk memperluas permasalahan .
2. Membantu pengambilan data instrument pengumpulan data.
Untuk dapat merumuskan angaran dasar, peneliti harus banyak membaca buku,mendengarkan informasi dari berbagai sumber dan mengunjungi tempat.
Sesudah peneliti mantap akan permasalahannya ,maka ia akan memulai pekerjaan sebagai pedoman kerja ,ia menetapkan sebuah hipotesis yang di jadikan arah dalam menetapkan variabel, mengumpulkan data ,mengolah dan mengambil kesimpulan, pada dasarnya pekerjaan penelitian adalah usaha untuk membuktikan hipotesis.
Ada 2 macam hipotesis ,yaitu hipotesis kerja,yang juga di sebut hipotesis alternative (Ha) dan hipetesis nol (Ho) hipotesis nihir yang di sebut hipetesis statistic.
Sehubungan dengan perumusan hipotesis maka ada 2 kekeliruan yang kita buat yaitu:
1. Menolak hipotesis yang seharusnyadi terima,di sebut kekeliruan alfa.
2. Menerima hipotesis yang seharusnya di tolak,di sebut kekeliruan beta.
Cara mengujihipotesis menggunakan daerah kurva normal apabila harga 2-score terletak di daerah penerimaan Ho, maka Ha yang dirumuskan tidak di terima.
LANGKAH 5
MEMILIH PENDEKATAN
Ada beberapa alternative pendekatan yang dapat di ambil oleh penelitian alam membuktikan hipotesis yang telah di rumuskan .jenis pendekatan ini dapat di tinjau dari segi tehnik sampling timbulnya variabel (eksperimen non-eksperimen beserta desain-desainya) dan model pertumbuhan pemilihan pendekatan ini tergantaung dari tujuan penelitian waktu dan dana yang tersedia ,tersedianya subjek penelitian serta minat dan selera penliti.
Studi survei adalah salah satu pendekatan penelitian yang pada umumnya di gunakan untk pengumpulan data yang luas dan banyak.Van dalen mengatakan bahwa survey merupakan bagian dari studi deskrirtif yang bertujuan untuk mencari kedudukan (status) fenomena (gejalah) dan menentukan kesamaan status. Dengan cara membandingkanya dengan standar yang sudah di tentukan yang termaksud studi survey misalnya:survey sekolah, job analisis, analisis dokumen ,public opition survey,dan kominiti. Survey dapat digunakan sebagai study pendahuluan.

LANGKAH 6
A. MENENTUKAN VARIABEL.
Variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian variabel di bedakan atas kuantitatif dan kualitatif variabel kualintitatif diklasifikasikan atas :
• Variabel distrit
• Variabel kontinum (ordinal,interval,dan ratio).
Pemisahan ini sangat penting untuk menentukan tehnik analisis datanya, karena jenis variabel menentukan jenis data.
Dalam penelitian yang di pelajari pengaruh sesuatu treatment, terdapat variabel penyebab (X) atau variabel bebas (independenvariable) dan variabel akibat (Y) atau variabel terikat , tergantung atau dependen variabel.
Selanjutnya variable dapat luas dan dapat pula sempit (tunggal) seorang peneliti di tuntut untuk mampu menjabarkan variabel penelitian karena banyak dan sempitnya sub-variabel akan menentukan hipetesis, aspek dalam istrumen. banyak ragam data yang di kumpulkan, selanjutnya akan mencerminkan.halus kasarnya atau luas sempitnya kesimpulan.
B. MENENTUKAN SUMBER DATA.
Sumber data adalah subjek penelitian di mana data menempel.sumber data berupa benda, gerak, manusia, tempat dan sebagainya. Di tinjau dari wilayah sumber data, maka di bedakan adanya 3 jenis penelitian: yaitu penelitian populasi, penelitian sample, dan penelitian kasus, hasil penelitian populasi berlaku bagi populasi hasil penelitian sample berlaku bagi populasi, sedang hasil penelitian kasus hanya berlaku bagi kasus itu sendiri.
Oleh karena hasil penelitian sample berlaku bagi populasi, maka sample yang di ambil harus representative, yaitu mewakili populasi, dalam arti semua ciri-ciri atau karateristik yang ada pada populasi tercermin pada sample.mengingat kepentingan ini maka pengambilan sample harus mengikuti tehnik pengambilan sample,yang juga di sebut tehnik samping meliputi:
1. Radom samling (undian,ordinal menggunakan table bilangan random.
2. Stratified sampling.
3. Area probaliti samling
4. Propotional sampling (dikombinasikan dengan stratified/area probabilitisampling.
5. Pu posive sampling
6. Quata sampling
7. Double sampling
LANGKAH 7
MENENTUKAN DAN MENYUSUN INSRUMEN
Metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data ,sedangkan istrumen adalah alat Bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data itu. Metode pengumpulan data :tes, angket atau kueasionel, observasi wawancara, skala bertingkat, deklu mentasi. Istrumen penelitian :angke tes,skala bertingkat,pedoman wawancara,pedoman observasi,check-list. Penentuan metode pengumpulan data di tentukan olehvariabel, sample, lokasi pelaksana, biaya dan waktu.
Agar dalam meneliti di peroleh kesimpulan yang benar, maka data harus bener-benar .untuk itu di perlukan instrument yang baik ,yakni valid dan reliable. Maka pengadaanya harus melalui prosedur, pelaksanaan, penulisan item, penyuntikan, uji coba dan revisi.
LANGKAH 8
PENGUMPULAN DATA
Mengamati bukanlah sekadar atau mempehatikan benda, kejadian atau pengamatan lewat mata.menggunakan tehnik interviu tes atau kuesionel,juga di golongkan sebagai pengamatan ,jadi pengumpulan data adalah pengamatan variabel yang akan di teliti denga metode interviu, tes,observasi, kuesionel, dan sebagainya.
Dengan metode apapun, pengumpulan data harus dilatih terlebih dahulu agar di peroloh data yang sesuai dengan harapan, yang penting bagi peniliti adalah bahwa metode tersebut dilaksanakan secara objek tidah di pengaruhi oleh keinginan pengamatan.
Secara umum maka latihan mengadakan pungumpulan data baik kuesionel, interviu maupun observasidi laksanakan dua tahap
• Tahap pertama: memahami dan mempelajari instrument dan memahami bagaimana menggunakanya.
• Tahap kedua: latihan/praktek dengan mencoba melakukanya.

LANGKAH 9
ANALISIS DATA
Langkah –langkah dalam analisis data adalah:
1. Persiapan :mengecek nama,isian, macam data.
2. Tabulasi : memberi skor,memberi kode,mengbah jenis data, coding dalam coding form.
3. Penetapan data sesuai dengan pendekatan :
• Penelitian deskripti :pesentase dan komparansi dengan criteria yang telah ditentukan.
• Penelitian komparasi :dengan berbagai tehnik korlasi sesuai dengan jenis data.
• Penelitian eksperimen: di uji hasilnya dengan test.

LANGKAH 10
MENARIK KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian harus di buat berdasarkan data yang diperoleh dan harus sinkron dengan problematic dan hipotesis.
Kesimpulan yang di buat atau dari penalitian non-statistik di dasarkan atas criteria atau standar yang telah di tentukan ,sedangkan kesimpulan yang di ambil dari penelitian statistic untuk menganalisis datanya , di dasarkan atas harga kriti yang terletak didalam table.untuk berkonsultasi dengan table maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Besarnya taraf sinnifikasi (t.s 5% atau t.s 1%),
2. Derajat kebebasan (tergantung dari tehnik analisis yang digunakan.
3. Perumusan satu satu arh atau dua arah (tergantung).

LANGKAH 11
MENYUSUN RAPORAN
Membuat laporan penelitian merupakan langkah terahir dari serentetan kegiatan penelitian. Laporan penelitian sangat penting artinya bagi kemajuan ilmu pengetahuan karena orang menjadi tahu apa yang telah di lakukan orang.
Untuk dapat di pahami pembaca, maka penulis laporan harus mengikuti aturan dan format yang umum.lebih baik lagi dan saat ini lazim dibuat sebelum bab 1 di sajikan abstrak atau ringkasan dari kerja peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prosedur Penelitian , Suatu Praktek, oleh Prof. Dr. Suharsini Arikunto.
• Cetakan kesebelas April 998 (edisi Revisi IV).
• Cetakan keduabelas, November 2002 (Edisi Revisi v).
2. Filed Under, Memilih masalah dan menyusun Hipotesa Bag 1
3. Narbuko, A. dan Achmadi, A. 2002. Metodologi Penelitian. Edisi I. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

A. Latar Belakang.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Masalah mutu pendidikan di Indonesia Umumnya dan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Aceh Barat khususnya sudah sering dibicarakan lewat media massa. Banyak pendapat dan solusi yang sudah diberikan, tetapi masih tetap saja tidak memberikan dampak dalam penyelesaian masalah ini. Pada masa lalu sistem pendidikan di Indonesia menganut sistem sentralistik, dimana semua kebijakan pendidikan dilakukan secara terpusat. Ada beberapa masalah yang terjadi dengan penerapan sistem ini yaitu:
• Kurang berhasil – kurang efektif dan efisien.
• Kurang sesuai dengan kondisi di lapangan khususnya sekolah.
• Kurang memberi kesempatan pada masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengembangkan ide dan muatan lokal yang sesuai dengan kondisi riel di lapangan.
• Pemerintah Pusat tanpa Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat tidak akan mampu untuk mengelola pendidikan.

B. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan.
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut :
1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

C. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut :
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4) Kelompok mata pelajaran estetika.
(5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
1. Mata pelajaran.
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.
2. Muatan Lokal.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3. Kegiatan Pengembangan Diri.
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.
4. Pengaturan Beban Belajar.
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan kategori standar maupun mandiri maupun kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh kategori mandiri dan kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh kategori mandiri.
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dan yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.
(1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

5. Ketuntasan Belajar.
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Pelaporan hasil belajar (raport) peserta didik diserahkan pada satuan pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu yang disusun oleh direktorat teknis terkait.

6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan.
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.
Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
• Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
• Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
• Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
• Lulus ujian nasional.
Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

7. Penjurusan.
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
Penjurusan pada SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan kejuruan yang diatur oleh direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

8. Pendidikan Kecakapan Hidup.
a Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
c Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
9. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global.
a Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
b Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau satuan pendidikan nonformal.

D. Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.






========== 0000 ==========







Daftar Pustaka

1. Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP) 2006.
2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum

A. Latar Belakang.
Menurut UU No.2 tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan bahan pelajaran, sertacara yang digunakannya dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Banyak pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi denagn lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran,tetapi yang terpenting adalah pengalamankehidupan.
a. Konsep Kurikulum.
Dalam bahasa latin kurikulum berarti ”lapangan pertandingan”(race course) yaitu arena tempat peserta didik berlari untuk mencapai finish, Baru pada tahun 1955, istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidkan. Bila ditelusuri ternyata kurikulum mempunyai berbagai macam arti, yaitu :
1. Kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran.
2. Pengalaman belajaryang diperoleh murid dari sekolah.
3. Rencana belajar murid.
b. Kurikulum dan Pengajaran.
Pengertian kurikulum yang sangat luas pada akhirnya dapat membingungkan para guru dalam mengembangkan kurikulum sehingga akan menyulitkan dalam perencanaan pengajarannya.
Menurut Ralph.W.Tyler, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses pengembangan kurukulum dan pengajaran yaitu:
1. Tujuan apa yang hendak di capai?
2. Pengalaman belajar apa yang perlu di siapkan untuk mencapai tujuan?
3. Bagaimana pengalaman belajar itu di organisasikan secara efektif?
4. Bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan?
Jika kita mengikuti pandangan Tyler, maka pengajaran tidak terbatas hanya pada proses pengajaran terhadap satu bahan tertentu saja, melainkan dapat pula diterapkan dalam pengajaran untuk satu bidang studi / pengajaran di sekolah.
Demikian pula kurikulum dapat dikembangkan untuk kurikulum suatu sekolah bidang studi atupun kurikulum untuk suatu bahan pelajaran tertentu.
c. Komponen-Komponen kurikulum.
1. Tujuan, yaitu arah/sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggaran pendidikan.
2. Isi kurikulum, yaitu pengalaman belajar yang di peroleh murid di sekolah, pengalaman-pengalaman ini di rancang dan di organisasikan sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh murid sesuai denagn tujuan.
3. Metode proses belajar mengajar yaitu cara murid memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan.
4. Evaluasi yaitu cara untuk mengetahui apakah sasaran yang ingin di tuju dapat tercapai atau tidak.
d. Fungsi dan Cara Mengembangkan Kurikulum.
Fungsi kurikulum ialah sebagai pedoman bagi guru dalam nelaksanakan tugasnya. Selain itu kurikulum berfungsi sebagai :
• Preventif yaitu agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan kurikulum.
• Korektif yaitu sebagai rambu-rambu yang menjadi pedoman dalam membetulkan pelaksanaan pendidikan yang menyimpng dari yang telah digariskan dalam kurikulum.
• Konstruktif yaitu memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan dan mengembangkan pelaksanaannya asalkan arah pngembangannya mengacu pada kurikulum yang berlaku.
Setelah itu kita perlu mengetahui langkah-langkah pengembangan kurikulum,yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan, Rumusan tujuan dibuat berdasarkan analisis terhadap berbagai tuntutan kebutuhan dan harapan.
2. Menentukan isi, merupakan materi yang akan di berikn kepada murid selama mengikuti proses pendidikan belajar mengajar.
3. Merumuskan kegiatan belajar mengajar, Hal ini mencakup penentuan metode dan keseluruhan proses belajar mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
4. Mengadakan evaluasi.
B. Landasan Dan Tingkatan Dalam Pengembangan Kurikulum.
Pada umumnya dalam membina kurirkulum kita dapat berpegang pada asas-asas berikut :
1. Asas filosofis
Landasan filosifis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa.
Dalam kaitannya dengan pendidikan filsafat memberikan arah pendidikan seperti hakikat pendidikan, tujuannya, dan bagaiman cara mencapai tujuan. Oleh karena itu,wajar apabila kurikulum senantiasa bertalian erat dengan filsafat pendidikan, karena filsafat mementukan tujuan yang hendak dicapai dengan alat yang di sebut kurikulum.
2. Asas psikologis
Asas ini berkenaan dengan perilaku manusia. Landasan psikologis berkaitan dengan cara peserta didik belajar, dan faktor apa yang dapat menghambat kemauan belajar mereka selain itu psikologis memberikan landasan berpikir tentang hakikat proses belajar mengajar dan tingkat-ingkat perkembangan peserta didik. Kurikulum pada dasarnya disusun agar peerta diik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik ini berarti bahwa kurikulum dan pengajaran yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan peserta didik sebagai peserta utama dalam proses belajar mengajar akan lebih meningkatkan keberhasilan kurikulum, daripada kurikulum yang mengabaikan faktor psiklogis peserta didik
3. Asas sosiologis.
Asas ini berkenaan dengan penyampaian kebudayaan, proses sosialisasi individu dan rekontruksi masyrakat, Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya semata-mata digunaka dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam pembinaan kurikulum tingakt sekolah atau bahkan tingkat pengajaran.
4. Asas Organisatoris.
Asas ini berkenaan dengan organisasi kurikulum.Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum:
1. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject curriculum).
2. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan (Correlated curriculum).
3. Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/ hampir semua mata pelajaran (integrated curriculum).
C. Prinsip yang Dianut dalam Pengembangan Kurikulum.
Ada sejumlah prinsip yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, diantaranya :
a. Prinsip relevansi, Kurikulum dan pengajaran harus disusun sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kehidupan peserta didik.
b. Prinsip efektifitas, Berkaitan dengantingkat pencapaian hasil pelaksanaan kurikulum.
c. Prinsip efisiensi, Berkaitan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, dana, dan sarana yang dipakai dengan hasil yang diperoleh.
d. Prinsip kontinuinitas, Kurikulum berbagai tingkat kelas dan jenjangpendidikan disusun secara berkesinambungan.
e. Prinsip Fleksibilitas, disamping program yang berlakuuntuk semua anak terdapat pula kesempatan bagi amak mengambil program-program pilihan
f. Prinsip integritas, kurikulum hendaknya memperhatiakn hubungan antara berbagai program pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian yang terpadu.
D. Tingkatan Dalam Pengembangan Kurikulum.
a. Pengembangan tingkatan institusional.
b. Meliputi kegiatan pengembangan tujuan-tujuan institusional dan struktur program.
c. Pengembangan tingkatan bidang studi / mata pelajaran.
d. Setelah bidang-bidang studi di tentukan langkah selanjutnya ialah mengembangkan GBPP,dengan menempuh langkah sebagai berikut:
1. Menetapkan tujuan-tujun kurikuler dan tujuan intruksional umum tiap bidang studi.
2. Mengidentifikasi topik-topik /pokok bahasan yang diperkirakan dapat dijadikan sebagai bahan untuk dipelajari oleh murid agar mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
3. Memilih topik-topik yang paling relevan, fungsional,efektif dan kemperhensif bagi pencapaian tujuan yang telah din identifikasikan.
4. Memetapkan metode dan sumber belajar untuk tiap kelompok pokok bahasan.
5. Pengembangan Tingkat Operasional / Kelas.Uraian tentang pengembangan tingkat operasional ini lebih di tekankan pada usaha guru dalam mengembangkan lebih lanjut dalam GBPP.


E. Kesimpulan.
1. Prinsip relevansi, Kurikulum dan pengajaran harus disusun sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kehidupan peserta didik.
2. Konsep pengembangan kurikulum masa depan mata pelajaran sebaiknya isinya lebih menekankan pada muatan materi kurikulum yang berlandaskan pada konsep multikultur dan nilai-nilai humanistik. Konsep tersebut menonjolkan prinsip keadilan sosial, pembebasan, kearifan lokal, ekonomi rakyat, nasionalisme, dan kearifan masa lampau untuk melangkah ke masa depan.
3. Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran , masih ditemukan berbagai permasalahan, yaitu yang berkaitan dengan isi dokumen kurikulum, utamanya tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Selain permasalahan dokumen kurikulum, permasalahan dalam implementasi kurikulum terutama masalah belum optimalnya guru dalam menyusun program silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),

DAFTAR PUSTAKA
 Wahidin, (2004) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
 Abin Syamsuddin Makmun, (1996), Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem
 Ralph.W.Tyler
 Pengajaran Modul, Bandung : Rosdakarya.
 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)

Kajian Kebijakan Kurikulum

A. Latar Belakang.
Kehidupan masyarakat senantiasa mengalami perubahan-perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dapat dilihat baik dalam konteks keruangan (tempat tinggal) maupun konteks waktu. Berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat harus dapat ditangkap oleh lembaga pendidikan yang kemudian menjadi sumber bahan materi pembelajaran. Sumber bahan pelajaran secara formal dapat dituangkan dalam bentuk kurikulum yang hendaknya memiliki landasan filosofis yang jelas. Landasan filosofis yang digunakan seyogyanya melihat kondisi nyata yang terjadi di masyarakat.
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya memiliki landasan filosofis yang jelas. Landasan filosofis yang digunakan hendaknya melihat kondisi nyata yang terjadi di masyarakat. Kondisi masyarakat yang terjadi saat ini adalah masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh adanya interaksi sosial baik antar individu maupun kelompok.
Dalam konteks yang lebih luas perubahan yang terjadi melahirkan globalisasi. Dalam globalisasi terjadi pola interaksi yang serba cepat melewati batas-batas keruangan dan waktu. Hubungan antar individu maupun kelompok dalam globalisasi ini melahirkan suatu pola hubungan yang kompetitif. Individu maupun kelompok dalam pola hubungan ini akan terjadi adanya hubungan yang saling mempengaruhi. Sistem nilai yang dipegang oleh masing-masing individu maupun kelompok akan saling berpengaruh dalam pola hubungan tersebut. Hal yang harus dihindari dalam pola hubungan seperti ini adalah adanya hubungan yang bersifat eksploitatif dan hegemoni kelompok yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan. Selain itu, harus pula dihindari adanya ketercerabutan nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu masyarakat yang berdampak pada hilangnya identitas atau jati diri dari masyarakat tersebut.

B. Abstrak.
Dalam mencermati perubahan-perubahan tersebut maka kurikulum harus memiliki landasan filosofis humanistik. Dalam prinsip tersebut, harus menjunjung tinggi sifat-sifat dasar kemanusiaan. Prinsip-prinsip dasar kemanusian tersebut meliputi keadilan, kesetaraan, kearifan, dan keragaman. Kurikulum harus mampu membangun jati diri bangsa yang berbasis pada kearifan lokal untuk menuju pada masa depan. Globalisasi yang terjadi baik pada masa sekarang maupun di masa depan harus disikapi baik secara lokal maupun mondial. Masyarakat yang akan dibentuk dari pendidikan ini adalah masyarakat yang mendunia yang tetap berpijak pada kearifan lokal. Dalam kearifan lokal, tumbuh adanya kesadaran keruangan dan kesadaran waktu. Kesadaran ruang yang dimaksud adalah menyadari dimana dia tinggal, sedangkan kesadaran waktu yaitu memahami bahwa dia hidup dalam suatu masyarakat yang berubah. Jadi, globalisasi tidak mencerabut akar-akar budaya yang dimilikinya.

C. Landasan Yuridis Kurikulum.
Landasan yuridis penyusunan naskah akademik ini adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 Tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.

D. Tujuan penyusunan naskah kurikulum .
Tujuan penyusunan naskah akademik Kurikulum mata pelajaran pada tingkat sekolah dasar dan menengah pada dasarnya untuk memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi pengembang kurikulum ke depan. Secara rinci, penyusunan naskah akademik ini diantaranya bertujuan untuk :
1) Memberikan arahan dan masukan bagi para pengembang kurikulum, khususnya mata pelajaran.
2) Memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi pihak terkait, sehingga mereka dapat memberikan dukungan terhadap pengembangan kurikulum masa depan.

Lahirnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) didasarkan pada pemikiran bahwa bakat dan kemampuan peserta didik pada tiap jenjang dalam satuan pendidikan berbeda-beda sehingga diperlukan suatu kurikulum yang kemungkinkan setiap anak didik memiliki kompetensi dasar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Kurikulum lama dianggap telah tidak memadai lagi untuk mencapai tujuan pendidikan modern. Pada dasarnya kurikulum ini hanya dilihat sebagai acuan dasar yang harus diterjemahkan lebih jauh oleh guru dengan melihat potensi masing-masing anak. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan siswa sebagai subyek. Siswa harus aktif mempresentasikan ide-idenya, mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-langkah yang harus diambilnya. Dengan demikian KBK menuntut agar guru tidak lagi bertumpu pada paradigma lamanya dimana dirinya sebagaipusat kegiatan dan tujuan perubahan. Tidak ada lagi kegiatan ''talk and chalk'' dan siswa hanya sit, listen, and quote''.





E. Kesimpulan dan Rekomendasi.

a. Kesimpulan.
Dari hasil kajian konsep dan implementasai kurikulum jenjang pendidikan dasar dan menengah, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Konsep pengembangan kurikulum masa depan mata pelajaran sebaiknya isinya lebih menekankan pada muatan materi kurikulum yang berlandaskan pada konsep multikultur dan nilai-nilai humanistik. Konsep tersebut menonjolkan prinsip keadilan sosial, pembebasan, kearifan lokal, ekonomi rakyat, nasionalisme, dan kearifan masa lampau untuk melangkah ke masa depan.
2. Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran , masih ditemukan berbagai permasalahan, yaitu yang berkaitan dengan isi dokumen kurikulum, utamanya tentang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Selain permasalahan dokumen kurikulum, permasalahan dalam implementasi kurikulum terutama masalah belum optimalnya guru dalam menyusun program silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), struktur program yang tidak seimbang antara alokasi waktu dengan jumlah Kompetensi Dasar (KD), strategi pembelajaran yang masih satu arah, penilaian berbasis kelas yang kurang variatif, dan sarana pembelajaran yang masih minim, serta kualifikasi guru yang masih rendah.
3. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan siswa sebagai subyek. Siswa harus aktif mempresentasikan ide-idenya, mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-langkah yang harus diambilnya.

b. Rekomendasi.
Berkaitan dengan kesimpulan di atas, ada beberapa rekomendasi untuk kebijakan pengembangan kurikulum masa depan mata pelajaran , yaitu:
1. Jangka Pendek.
• Perlu menata ulang Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan proporsi dan pemerataan distribusi pada tiap jenjang.
• Perlu pelatihan dan sosialisasi untuk peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru di berbagai jenjang pendidikan.
• Perlu ada konsistensi antara pengembangan kurikulum mata pelajaran dengan penilaian hasil belajar.
• Pemerintah diharapkan memperluas akses bagi setiap satuan pendidikan untuk meningkatkan fasilitas pembelajaran yang memadai dan berkesinambungan.
2. Jangka Panjang.
Pengembangan kurikulum masa depan mata pelajaran harus memiliki landasan filosofi yang jelas dengan berlandaskan aspek-aspek multikultur, nilainilai humanis, prinsip keadilan dan pembebasan, serta terjaganya kearifan lokal.


DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun, (1996), Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem
Pengajaran Modul, Bandung : Rosdakarya.
Asmawi Zainul, (2001), Alternative Assesment, Jakarta : Depdiknas.
Collin, Gillian & Dixon Hazel, (1991), Integrated Learning Planned Curriculum units,
Australia : Bookshelf.
Kurikulum Berbasis Kompetensi, Juni 2002, Puskur balitbang Depdiknas.
R. Fraenkel, Jack, (1980), Helping Students Think Value Strategies for Teaching Social
Studies, New Jersey : Prentice-Hall.
S. Hamid Hasan, (1996), Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta : Depdiknas.
S. Kenworthy, Leonard, (1981), Social Studies For The Eighties, Canada : John Wiley & Sons.

Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum

A.Latar Belakang.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

B. Kerangka Dasar Kurikulum.
1. Kelompok Mata Pelajaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Kelompok mata pelajaran estetika;
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka dasar kurikulum, perlu dikemukakan prinsip pengembangan kurikulum.

2. Prinsip Pengembangan Kurikulum.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum.
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

C. Struktur Kurikulum Pendidikan Umum.
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
1. Struktur Kurikulum SD/MI.
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri seperti tertera pada Tabel 2.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
c. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
e. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

=========== 0000 ==========


DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
2. Balai Pustaka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.