Pembinaan Akhlak Generasi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan beragama salah satu diantara sekian banyak sektor harus mendapatkan perhatian besar bagi bangsa dibandingkan dengan sektor kehidupan yang lain. Sebab pencapaian pembangunan bangsa yang bermoral dan beradab sangat ditentukan dari aspek kehidupan agama, terutama dalam hal pembinaan bagi generasi muda.
Secara harfiah pembinaan berarti pemeliharaan secara dinamis dan berkesinambungan. Di dalam konteksnya dengan suatu kehidupan beragama, maka pengertian pembinaan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran memelihara secara terus menerus terhadap tatanan nilai agama agar segala perilaku kehidupannya senantiasa di atas norma-norma yang ada dalam tatanan itu. namun perlu dipahami bahwa pembinaan tidak hanya berkisar pada usaha untuk mengurangi serendah-rendahnya tindakan-tindakan negatif yang dilahirkan dari suatu lingkungan yang bermasalah, melainkan pembinaan harus merupakan terapi bagi masyarakat untuk mengurangi perilaku buruk dan tidak baik dan juga sekaligus bisa mengambil manfaat dari potensi masyarakat, khususnya generasi muda.
B. Rumusan Masalah
Dalam perkembangan psikologi dikatakan bahwa perkembangan psikologi generasi muda sedikit mempunyai pengaruh terhadap cara-cara penanaman dan pemahaman nilai agama. Hal ini diungkapkan oleh ahli psikologi bahwa pada satu pihak generasi muda tidak begitu saja mampu menerima konsep-konsep, nilai-nilai suatu ajaran, apalagi ajaran yang membatasi diri seseorang, tetapi terkadang dipertentangkan dengan citra diri dan struktur kognitif yang dimilikinya.
Pembinaan yang bercorak keagamaan atau keislaman akan selalu bertumpu pada dua aspek, yaitu aspek spiritualnya dan aspek materialnya. Aspek spiritual ditekankan pada pembentukan kondisi batiniah yang mampu mewujudkan suatu ketentraman dan kedamaian di dalamnya. Dan dari sinilah memunculkan kesadaran untuk mencari nilai-nilai yang mulia dan bermartabat yang harus dimilikinya sebagai bekal hidup dan harus mampu dilakukan dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-harinya saat ini untuk menyongsong kehidupan kelak, kesadaran diri dari generasi muda sangat dibutuhkan untuk mampu menangkap dan menerima nilai-nilai spiritual tersebut, tanpa adanya paksaan dan intervensi dari luar dirinya.
Sedangkan pada pencapaian aspek materialnya ditekankan pada kegiatan kongkrit yaitu berupa pengarah diri melalui kegiatan yang bermanfaat, seperti organisasi, olahraga, sanggar seni dan lain-lainnya. Kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dimaksudkan agar mampu berjiwa besar dalam membangun diri dari dalam batinnya, sehingga dengan kegiatan tersebut, maka tentu dia akan mampu memiliki semangat dan kepekatan yang tinggi dalam kehidupannya.
C. Tujuan
Tujuan dari pembinaan ini adalah memberikan arti ajaran tasawuf terhadap upaya pembinaan yang menimbulkan kesadaran diri akan nilai-nilai agama secara umum dalam kehidupan sehari-harinya untuk diperpegangi bagi generasi muda, sehingga memerlukan kehati-hatian yang ekstra ketat. Sehingga mampu menanamkan nilai-nilai dan konsep pembinaan, khususnya dalam hal pembinaan akhlak melalui ajaran tasawuf dalam merubah perilaku generasi muda dalam kehidupan sehari-hari.



















BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dasar-Dasar Pembinaan
Dalam hal ini pembinaan dimaksudkan adalah pembinaan keagamaan yang mempunyai sasaran pada generasi muda, maka tentu aspek yang ingin dicapai dalam hal ini adalah sasaran kejiwaan setiap individu, sehingga boleh dikatakan bahwa pencapaiannya adalah memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Keunikan dimaksudkan tidak karena ditentukan prototipitas tema pembahasannya, melainkan disebabkan karena sasaran yang diambil merupakan suatu pengelompokkan demografis yang gencar-gencarnya mengalami perubahan dan perkembangan psikologi kejiwaan anak.
Membangun jiwa kepahlawanan ke dalam diri generasi muda adalah salah satu unsur dalam melakukan pembinaan, dan pembinaan dapat terarah dan konstruktif. Sehingga perlu suatu kesadaran moral bahwa generasi muda adalah yang selalu mengambil peran dalam setiap langkah yang bermanfaat bagi bangsa dan agama, pada dasarnya mereka akan mengambil peranan dan terpanggil untuk berbakti sebagai suatu tuntutan, baik tuntutan itu datang sebagai generasi bangsa maupun sebagai generasi agama.
Karena itu, suatu pembinaan adalah untuk konstruksi pembinaan itu sendiri yang utuh dan hakiki, sehingga dalam pembinaan harus mengambil suatu bentuk bagaimana seharusnya konstruksi itu dibangun dari dalam diri, sehingga mampu menghasilkan tindakan-tindakan islami yang praktis dalam melakukan kegiatan, baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mewujudkan realitas ini adalah mereka harus mempunyai tanggung jawab secara pribadi-pribadi atau secara terkoordinasi menjadi suatu kelompok berbuat dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kezaliman dan kejahatan pada setiap saat. Perintah tersebut sudah termaktub dalam Al-Qur’an QS. Al-Imran (3)
•          

Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka.
B. Model Pembinaan Islam
Memahami suatu model bagi pembinaan Islam terlebih dahulu harus dipahami bagaimana konsep Islam mengenai kehidupan dimana pembinaan itu diarahkan. Bahkan tidak hanya sampai di sini, untuk bisa memahami konsepsi kehidupan beragama secara tepat dan efektif kita harus mengadakan kajian mendalam tentang apa yang sebenarnya nilai-nilai yang dikandung Islam dalam memberikan konsep kehidupan.
Karena itu, Islam memberikan suatu konsep mengenai kehidupan keagamaan dalam masyarakat, sehingga lahirlah dua dimensi. Pertama, dimensi mahdhah, yaitu berupa ajaran agama yang menuntun manusia untuk melakukan ibadah langsung dengan Allah swt. Kedua, dimensi ghairu mahdhah yaitu berupa ajaran agama yang mendorong manusia untuk bermuamalah dengan manusia lainnya.
Menurut Muhammad Assad, konsep Islam bagi suatu kehidupan dijelaskan bahwa Islam adalah program hidup sesuai dengan hukum-hukum alam yang ditetapkan oleh Allah swt, atas penciptaannya berupa hasil yang dicapainya yang tertinggi ialah koordinasi yang sempurna dari pada aspek-aspek spiritual dan material kehidupan manusia.
Dengan demikian pembinaan yang serupa inilah yang kita maksudkan bahwa pembinaan akan menjadi kompleks. Dengan titik tolak bahwa cara demikian mencapai tujuan dari pembinaan yang diidam-idamkan, yaitu berupa realitas Islam yang membawa kesuksesan manusia dalam mengarungi kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Berikut ini lebih jauh dapat dijelaskan aspek-aspek yang paling utama yang harus dicapai oleh setiap individu, seperti dua dimensi di atas, meliputi:
a) Dimensi Mahdah
Seperti yang telah kita ketahui di atas bahwa dimensi mahdah itu lahir setelah kita mengadakan kajian mendalam tentang konsepsi kehidupan menurut Islam, di samping lahir juga dimensi gairu mahdah. Dimensi mahdah ini dalam struktur tatanan nilai pada hakikatnya adalah nilai universal bagi setiap orang yang beragama.
Kemampuan menggunakan dimensi mahdah dalam segala perilakunya akan menciptakan seorang untuk menjadi muslim yang betul-betul beriman dan bertakwa. Sedangkan orang-orang yang betul-betul beriman dan bertakwa menurut Abu A’la Maududi adalah muslim yang membuat aspek dari segala kehidupannya untuk sepenuhnya mengabdi kepada Allah swt, seluruh hidupnya adalah yang penuh dengan ketaatan dan ketundukan, kepasrahan diri dan sekali-kali tidak akan bersikap arogan atau mengikuti kemauannya sendiri yang di dalamnya ada dipengaruhi oleh hawa nafsu manusia.
b) Dimensi gairu mahdah
Dimensi gairu mahdah pada dasarnya hanya merupakan pengembangan dari penguasaan dimensi pertama yaitu dimensi mahdah, dan merupakan hasil dari pembekalan nilai sekunder lokal semata. Setelah itu kita mempunyai kesadaran untuk menjalankan ajaran-ajaran pokok agama dalam Islam berupa kegiatan mahdah, berupa shalat, puasa, haji, sadaqah, dan sebagainya.
Gambaran tersebut merupakan hasil penguasaan dimensi mahdah, dimana kita harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk memahami apa sebenarnya nilai-nilai yang terkandung di dalam ibadah mahdah dan hikmah yang dapat diperoleh manusia, sebab untuk memahami tersebut perlu hikmah, sehingga manusia mampu menangkap dibalik perintah tersebut.
Pembinaan yang mempunyai materi doktrin dengan dimensi mahdah dan ghairu mahdah tersebut merupakan suatu kerangka dalam membangun model pembinaan yang lebih efektif bagi generasi muda bangsa. Sebab dengan memberikan sentuhan dua dimensi tersebut di atas, berupa ibadah mahdah yaitu kewajiban mutlak yang harus dipahami (ibadah kepada Allah), dan ghairu mahdah yaitu kewajiban untuk menselaraskan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
C. Materi Pembinaan Islam
Materi yang dipergunakan dalam pembinaan ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari dimensi kedua yaitu dimensi ghairu mahdah. Penekanannya pada suatu nilai saja yang ada dimensi ghairu mahdah tersebut. Bukan berarti di luar dari dimensi tersebut dianggap lebih utama dan sudah tidak penting lagi.
Namun penentuannya didasarkan pada suatu asumsi bahwa nilai-nilai yang dikandung pada dimensi mahdah sudah tetap dan tidak akan ada perubahan apapun di dalamnya, bahkan sudah menjadi fitrah utama dalam kehidupan manusia untuk menjalankannya sesuai apa yang disyariatkan dalam Al-Qur’an. Seperti yang disebutkan pada QS al-Ruum (30)
         ••             ••  
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Melalui pertimbangan tersebut di atas, para generasi muda Islam harus digembleng untuk selalu mengembangkan tugas kepeloporan dalam rangka mewujudkan kehidupan yang agamis sesuai dengan nilai-nilai Islam. dalam hal materi pembinaan generasi muda, maka sudah tentu aplikasinya adalah membangun patriotisme kebangsaan di dalam diri generasi muda. beberapa diantara yang harus dibebankan pada generasi muda, antara lain : tanggung jawab pemuda dalam memikul amanat agama dan bangsa.
D. Bentuk-Bentuk Pembinaan Akhlak
Secara keseluruhan pembinaan akhlak bagi generasi muda, khususnya di sekolah-sekolah sudah dilakukan, di antaranya kegiatan pesantren kilat yang di adakan oleh pihak masing-masing sekolah pada setiap bulan ramadhan. Di dalamnya dilakukan kajian agama, ceramah agama, serta taddarrus Al-Qur’an.
Selain kegiatan tersebut di atas, pihak sekolah juga secara rutin melaksanakan perayaan-perayaan keagamaan, misalnya Maulid Nabi, isra’ mi’raj dan lain-lain sebagainya, kesemuanya upaya pihak sekolah untuk melakukan pembinaan agama bagi siswa-siswi.











BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Secara keseluruhan pembinaan akhlak bagi generasi muda, khususnya di sekolah-sekolah sudah dilakukan, di antaranya kegiatan pesantren kilat yang di adakan oleh pihak masing-masing sekolah pada setiap bulan ramadhan. Di dalamnya dilakukan kajian agama, ceramah agama, serta taddarrus Al-Qur’an.
2. Pembinaan akhlak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran memelihara secara terus menerus terhadap tatanan nilai agama agar segala perilaku kehidupannya senantiasa di atas norma-norma
B. Saran

1. Pihak sekolah harus rutin melaksanakan perayaan-perayaan keagamaan, misalnya Maulid Nabi, isra’ mi’raj dan lain-lain sebagainya, kesemuanya upaya pihak sekolah untuk melakukan pembinaan agama bagi siswa-siswi.
2. Pihak sekolah harus rutin melaksanakan kegiatan pesantren kilat pada setiap bulan ramadhan.










DAFTAR PUSTAKA
• Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental , (Cet, IV; Jakarta PT. Bulan Bintang, 1982), h. 12.
• Departemen Pendidikan dan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Jakarta Press, 1995), h. 504.
• Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Cet, I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 199.
• Zakiah Daradjat, op.,cit,. h. 44.
• Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Cet, I; Jakarta : Prameda Media, 2003), h. 218.
• Netty Hartati, op.,cit., h. 63.
• Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya : Usaha Nasional, 1984), h. 68.
• Netty Hartaty, M.Si. (et.al.) Islam dan Psikologi, (Cet. I, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2004), h. 441.
• Ahmadi, Idiologi Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 160.
• Ibid., h.
• Zakiah Daradjat, op.,cit, h. 113.
• Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 2000), h. 41
• Quraish Shihab, Memberikan Al-Qur’an (Cet, XV; Bandung : Mizan, 1997), h. 185.
• Departemen Agama RI, op.cit., h.241
• Quraish Shihab, op.cit., h. 507.
• Departemen Agama RI, op.cit., h.341
• Mawasdi Rauf, Pandangan Mereka Tentang Sejarah Pemuda Indonesia “Forum Pemuda, No. 62. Vol. VI Tanggal 11 Februari 1989.

0 Responses