Peran wanita dalam membangun masyarakat religius (Sebuah upaya perlindungan bangsa terhadap pengaruh negatif dari era globalisasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masalah wanita selalu menjadi sebuah masalah yang begitu pelik dan komplek, mulai dari mengenai sejarahnya, keberadaannya, kedudukanya, sampai pada ketidakadilan yang selalu dialaminya. Semua ini bagai lilitan seutas benang merah yang tak pernah berhenti melilitnya sepanjang zaman. Sebetulnya, siapakah wanita? Bukankah Tuhan menciptakan wanita untuk menjadikannya pasangan bagi laki – laki agar keduanya dapat membangun kehidupan secara bersama – sama dan agar mereka berdua menjadi sempurna melalui perkembangan kehidupan? Tetapi mengapa disepanjang sejarah wanita selalu diperlakukan tidak adil?
Keterhinaan, ketertindasan dan ketersiksaan merupakan fenomena yang sering kita lihat dalam sejarah hidup wanita, terlebih sebelum munculnya agama Islam. mungkin saja fenomena semacam itu masih bisa didapati setelah munculnya Islam, meskipun tidak separah sebelum kemunculannya. Hal ini terlihat secara eksplisit dari keberadaan wanita yang ada dalam tradisi – tradisi non-Islam.
Dalam kehidupan masyarakat primitif yang berasaskan kesukuan, dimana tatanan kehidupan hanya berlandaskan adat serta kebiasaan, perempuan tidak dianggap sebagai manusia, apalagi anggota masyarakat. Bagi mereka, ia diperlakukan sebagai hewan piaraan yang berfungsi sekedar untuk memenuhi desakan biologis lelaki. Lebih dari itu, ketika pada musim sulit seperti musim kemarau, daging perempuan malah dijadikan santapan.
Dalam pandangan peradaban Yunani, dimana masa itu merupakan puncak keemasan dan pusat kemajuan bagi peradaban barat. Di mata mereka, perempuan adalah mahluk yang sangat hina, tugasnya hanyalah kerja di rumah dan hanya untuk memenuhi nafsu birahi dan sebagai penjelmaan setan. Andaikan ia melahirkan anak yang cacat, maka ia akan dibunuh. Dan, seorang suami dapat meminjamkan dan memberikan istrinya kepada seseorang yang ia kehendaki. Begitu pula pernikahan dan perceraian biasa dilakukan oleh seorang wali wanita tanpa sepengetahuannya. Serta pada saat era puncak kemajuan peradaban yunanipun yang pada masa itu merupakan masa keemasan dan kemajuan bagi masyarakat Barat, keberadaan wanita tidak dihormati dan tidak mempunyai hak untuk belajar kecuali wanita bangsawan saja.
Nasib perempuan di Romawi Kuno tak jauh beda dengan yang lainnya. Dalam pandangan mereka, perempuan tidak mempunyai ruh manusiawi, oleh karena itu pada hari kiamat kelak para perempuan tidak akan dibangkitkan, karena yang akan dibangkitkan pada hari itu ialah yang memiliki ruh manusiawi saja. mereka menganggap perempuan tidak lebi dari sebagai barang. Selain itu mereka memandang perempuan sebagai penjelmaam setan dan berbagai macam arwah pengganggu dengan tipu dayanya selalu berusaha untuk menutup akal dan hati. oleh karena itu mereka melarang perempuan dari tertawa dan berbicara.
Di masa jahiliyah pembunuhan bayi perempuan (wa’d) sebagai sebuah praktek yang umum pada masa itu. Mereka merasa terhina disaat mempunyai anak perempuan, karena perempuan merupakan sumber kehinaan dan kelemahan bagi kaumnya. Kalau disampaikan kepada mereka perihal kelahiran anak perempuannya, maka memerahlah muka mereka karena marah, seperti yang digambarkan dalam ayat: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah”. (QS.Al-Nahl:58)
Memang ketika Islam datang, nasib wanita di Arab tidak jauh berbeda dengan nasib rekan – rekan mereka ditempat lain. Memiliki anak wanita dianggab aib, sehingga mereka banyak melakukan pembunuhan atas anak – anak wanita. Al-Quran merekam perilaku jahiliyah ini dalam peringatan abadi, “Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dibunuh”. (QS.Al-Takwir:8-9). Kemudian Islam mengakhiri praktek – praktek ini dan sekaligus melakukan usaha emansipasi yang pertama dalam sejarah. Hal inipun diakui oleh sejarahwan barat Will Durant, ia menulis tentang jasa Muhammad dalam meningkatkan dan memperbaiki hak – hak wanita.
Islam mengajarkan bagaimana memandang dan memperlakukan wanita. Islam mengangkat harkat dan martabat wanita. Sesuai dengan fitrahnya Islampun menetapkan peranan – peranan tertentu bagi statusnya, yaitu wanita sebagai seorang ibu, dan wanita sebagai seorang istri. Islam menuntut peran keibuannya dengan sebaik – baiknya, mendidik dan memelihara anaknya dengan penuh kasih sayang sehingga terbentuklah anak – anak yang solehah. Serta wanita sebagai seorang istri yang sangat diharapkan untuk membangun lembaga keluarganya dengan menumbuhkan ketentraman, kebahagian dan cinta kasih didalamnya. Kemudian Rasulullah mempraktekkannya, sehingga terwujud keutuhan dan keselarasan di antara keduanya.
Namun dewasa ini Indonesia selain sedang mengalami krisis ekonomi, tanah air kita pun sedang dilanda krisis moral, mental, dan spiritual. Ironisnya, kebanyakan obyek dan sekaligus penyebab krisis tadi adalah para wanita, mulai kasus pornografi, komersialisasi seks, pamer tubuh (iklan), tarian erotis, dan banyak hal lagi yang sasaran utama dan umpannya adalah wanita. Dengan akhlak yang ia miliki serta pemahaman akan peranannya yang baik, wanita dapat menjadi sumber daya yang potensial untuk memperbaiki sebuah masyarakat. Akan tetapi iapun dapat menjadi sarana jitu untuk merusak dan menghancurkan sebuah masyarakat, jika ia tidak berakhlak baik dan kurang memahami peranannya. Dalam Al-Quran menjelaskan tentang tipu daya wanita pada surat Yusuf ayat 28 yang berbunyi: “Sesungguhnya tipu daya mereka adalah sangat besar…”. Jika wanita menjadikan dirinya sebagai penggoda lelaki untuk melakukan perbuatan buruk, maka tipu dayanya lebih besar dari tipu daya syetan. Namun jika wanita menjadikan dirinya sebagai sebuah sumber daya guna membangun masyarakat maka ia dapat memajukan bangsanya.
Mencermati paparan potensi dari seorang wanita dalam membangun masyarakat yang ia awali dari peranannya dalam keluarga, maka penulis mencoba menuangkan gagasan sederhana dalam makalah yang berjudul “Peran wanita dalam membangun masyarakat religius (Sebuah upaya perlindungan bangsa terhadap pengaruh negatif dari era globalisasi )”

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi:
1. Bagaimana peran wanita dalam mewujudkan masyarakat yang religius?
2. Bagaimana urgensi dari sebuah masyarakat yang religius dalam melindungi bangsa terhadap pengaruh negatif dari era globalisasi?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Wanita dalam Mewujudkan Masyarakat yang Religius
Eksistensi seorang wanita merupakan segmen yang urgen dari sebuah masyarakat sebab wanita adalah bagian sebuah masyarakat, bangsa dan komunitas manusia. Kita tidak akan dapat menutup mata dari peran penting yang dimainkan oleh wanita. wanita mempunyai peran yang sangat urgen dan fundamental dalam memcoraki karakter pribadi-pribadi suatu masyarakat dan bangsa. Mau dibawa kemana masyarakat tersebut, menjadi masyarakat agamis ataukah ateis? Menjadi masyarakat yang korup ataukah yang berjiwa sehat dan bersih? Menjadi bangsa yang pengecut ataukah kesatria? Dalam sebuah mutiara hikmah, seorang bijak berkata: “Wanita adalah pendidik manusia, kebaikan suatu bangsa berporos pada kebaikan wanita, dan kebejatan suatu bangsa berporos pada kebejatan wanita”.
Mengingat begitu fundamentalnya peranan wanita dalam membentuk karakter pribadi sebuah bangsa, ia pun sanggup menjadikan bangsa tersebut unggul atau hancur. Kenapa demikian? Karena sebuah bangsa atau masyarakat adalah komunitas yang terbentuk dari pribadi-pribadi, sedangkan yang membentuk karakter pribadi adalah keluarga. Lantas siapa yang lebih banyak berperan dalam sebuah keluarga? Tentu wanita, yaitu tatkala ia berperan sebagai seorang ibu. Ini merupakan peranannya secara tidak langsung secara dalam mewujudkan sebuah bangsa yang maju. Sedangkan peran langsung yang dapat dimainkan oleh perempuan adalah peran sebagai anggota masyarakat. Yakni seperti wanita yang berperan dengan menunjukkan kredibilitasnya dalam ranah sosial, politik, ekonomi, sains, dan lain-lain.
Sesuai dengan fitrahnya Islampun menetapkan peranan – peranan tertentu bagi statusnya, yaitu wanita sebagai seorang ibu, dan wanita sebagai seorang istri. Islam mewajibkan seorang wanita agar melaksanakan fungsi keibuannya dengan sebaik – baiknya. Karena jika ia tidak dapat memainkan peran itu dengan baik, justru akan berakibat fatal terhadap kebahagiaan dan kesengsaraan masa depan anaknya. Dalam berbagai hadits ditekankan bahwa memelihara anak adalah amal saleh yang besar. Itulah sebabnya, walaupun Islam mengizinkan bergerak di masyarakat sesuai dengan keperluannya, namun Islam memandang bahwa kehadirannya dirumah merupakan hal yang paling penting dari segalanya. (Imadudin Abdulrahim, 1986:132)
Menjadi seorang ibu merupakan peran secara tidak langsung dalam membangun sebuah masyarakat yang sehat jasmani maupun ruhani, maju dan unggul. Sebab, begitu beratnya tugas menjadi seorang ibu. Tuhan memberikan keistimewaan kepada ibu sebagai balasan atas tugas berat di pundaknya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasul saww.: “Syurga di bawah telapak kaki ibu”. Kalau kita coba teliti lagi redaksi hadis di atas, mungkin beliau ingin mengatakan juga bahwa di telapak kaki ibulah terbentuk kepribadian surgawi (baik) atau jahanami (buruk). Maksudnya, seorang ibu mampu melahirkan pribadi-pribadi yang baik dan masyarakat yang sehat dan saleh.
kaum wanita harus berperan aktif mendidik anak-anaknya dengan prinsip-prinsip takwa, dan melatih mereka dengan cara hidup demikian. Seperti cara hidup bersih, baik lahir maupun batin, mengajari kejujuran, tidak sombong, tidak menipu, merampas hak orang lain, dan memupuknya dengan akhlak mulia. Singkatnya, mendidik mereka dalam rangka menjauhi larangan Allah dan menjalankan perintah-Nya. Bukan hanya sekedar mendidik anak dalam bentuk pendidikan formal saja dan melalaikan sisi ruhani dan spritualnya. Bukan hanya memenuhi kebutuhan kesehatan jasmaninya saja tanpa memperhatikan kebutuhan kesehatan ruhaninya. Inilah langkah awal untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan saleh.
Peran wanita sebagai seorang istri telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Quran “Dan diantara tanda – tanda kekuasaannya ialah Dia menciptakan untukmu istri – istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan jadikannya diantaramu rasa kasih dan saying…..” (QS 30:21). Ayat Al Quran ini menunjukan bahwa fungsi pernikahan merupakan tempat menumbuhkan kebahagiaan, ketentraman dan cinta kasih. Peran istri sangat penting dalam membina dan memperteguh lembaga keluarganya. Tentunya yang dimaksudkan adalah seorang istri yang bertakwa pada Allah dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Yakni Seorang istri dapat menjadi motivator bagi suami untuk melakukan suatu kebaikan dan meninggalkan keburukan serta seorang istri yang menjaga kehormatan dirinya dan suaminya. Bukan seorang istri yang selalu menuntut yang akhirnya malah menjerumuskan suaminya dilembah dosa. Sebagai contohnya mereka para istri yang menuntut keinginannya akan materi yang serba berlebihan, tidak peduli akan kemampuan suami sehingga pada akhirnya si suami malah melakukan korupsi untuk memenuhi ambisi istrinya.
Maka dari itu dirumuskan bahwa istri yang baik adalah istri yang menjadi teman suaminya dalam meningkatkan moralitas, spiritualitas, dan religiulitas. Serta seorang ibu yang baik yaitu ibu yang dapat membentuk jiwa anak – anaknya menjadi pribadi –pribadi yang baik yang pada akhirnya memunculkan generasi bangsa yang berakhlak dan berprestasi.
Karena sebuah bangsa atau masyarakat adalah komunitas yang terbentuk dari pribadi-pribadi, sedangkan yang membentuk karakter pribadi adalah keluarga. Maka mustahil ada sebuah masyarakat kalau di sana tak ada keluarga dan keluarga memerlukan sosok wanita yang berakhlak mulia serta memahami peranannya untuk membentuk masyarakat yang diharapkan yakni sebuah masyarakat yang religius. Yaitu masyarakat yang menjunjung norma-norma agama, berpegang teguh kepada ajaran agama dan dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-sehari dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat.

B. Urgensi dari Sebuah Masyarakat Religius dalam Melindungi Bangsa Terhadap Pengaruh Negatif dari Era Globalisasi

Fenomena globalisasi merupakan indikasi kuat perubahan lingkungan strategis dimana masyarakat dunia menjadi saling terhubung satu sama lainnya dalam berbagai aspek kehidupan mereka baik dalam hal ekonomi, polotik, teknologi, lingkungan maupun budaya. Hal ini sudah tak terhindarkan lagi. Siap tidak siap kita harus menghadapinya. Kekhawatiran datang tidak hanya dari sisi perekonomian saja namun juga pada pengaruh budaya asing yang muncul sebagai akibat dari era globalisasi. Jika manusia tidak membekali dirinya dengan keimanan yang kuat, dia akan terjerumus ke dalam jurang krisis moral dan spiritual.
Mencermati adanya pengaruh – pengaruh negatif yang muncul sebagai akibat dari datangnya budaya – budaya asing tersebut maka perlu adanya sebuah perlindungan yang dapat menyelamatkan identitas bangsa kita. Karena pada saat inipun sudah semakin gencar impor kultur asing yang datang, yang mayoritas tidak sesuai dengan kultur bangsa dan agama. Hal ini dibuktikan dengan kultur asing yang sedikit demi sedikit telah berhasil menggeser nilai-nilai moralitas bangsa, terutama kaum muda. Melalui tiga “F” yaitu fashion, food, dan fun, para penjajah modern telah sukses dalam menciptakan krisis identitas bangsa Indonesia.
Dewasa ini sering kita saksikan banyak sekali kaum muda yang diperbudak oleh trend atau mode yang banyak dipengaruhi oleh unsur asing yang tidak berkesesuaian dengan esensi manusia sebagai pondasi dasar. Ironisnya mereka ngikuti trend – trend tersebut semata – mata hanya ingin dikatakan modern, dan bagi mereka yang tidak terpengaruh oleh trend asing tersebut sering kali dikucilkan serta dikatakan kuno.
Agama tidak pernah melarang manusia untuk mengikuti mode. Karena mode dan seni adalah salah satu pengejawantaan dari budaya. Sedang budaya adalah bagian primer dari kehidupan manusia, dimana tanpa budaya manusia tidak akan dapat menuju kesempurnaan yang diidamkan oleh hati sanubari setiap manusia berakal sehat. Akan tetapi, Islam adalah agama yang hendak membebaskan manusia dari berbagai bentuk perbudakan dan keterkekangan dari segala macam belenggu, termasuk diperbudak dan dikekang oleh mode.
para pemuda adalah tumpuan harapan bangsa. Jika mereka terus menerus diperbudak oleh mode ataupun trend yang datang dari kultur asing yang negatif maka bagamanakah nasib bangsa ini nantinya? Bangsa ini membutuhkan para generasi muda yang berkualitas, tangguh dan berakhlak mulia dengan harapan mereka mampu membawa identitas bangsa Indonesia di masa globalisasi nanti. Serta mereka yang nantinya akan meneruskan tongkat estafet perjuangan bangsa ini menuju kejayaan. Dengan demikian perlindungan serta pembentukan akhlakkul kharimah pada generasi muda mutlak adanya.
Guna menciptakan generasi yang mempunyai pribadi – pribadi berakhlak dan bertanggungjawab maka harus diciptakan pula lingkungan yang beriman atau agamis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan lingkungan adalah baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar. Sebab pada lingkunganlah mereka berproses dan belajar memcari jati diri mereka. Bagaimana mungkin seorang pemimpin yang jujur dibesarkan di lingkungan pencuri atau penipu. Begitu pula sebaliknya.
Oleh sebab itu kita dapat mencermati adanya hubungan kausalitas antara pembentukan generasi muda dengan lingkungan yang mempengaruhinya. Sehingga apabila terdapat lingkungan yang baik, akan terdapat pula generasi yang baik dan lingkungan yang religiuslah yang menjadi pilihan tepat untuk mencoraki pribadi – pribadi muda yang berakhlak. Sebab dalam masyarakat religiuslah para generasi muda belajar akan akhak luhur, budi pekerti, etika dan hal positif lainnya. Hal tersebut yang akan menjadi bekal bagi generasi muda untuk melindungi diri dari pengaruh negatif kultur asing yang datang sebagai implikasi dari era globalisasi.
Masyarakat religius tercipta dari pribadi – pribadi yang religius, sedangkan yang membentuk karakter pribadi adalah keluarga. Lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa keluarga sangat berperan penting dalam membentuk pribadi – pribadi yang religius dalam masyarakat. Yaitu pribadi yang akan selalu menjunjung norma-norma agama, berpegang teguh kepada ajaran agama dan dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-sehari dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat.
Memahami akan urgennya masyarakat religius dalam pembentukan pribadi – pribadi generasi beriman, maka diperlukan peran aktif dari semua pihak baik itu keluarga, masyarakat, dan juga pemerinatah. Serta tak lupa ucapan terimakasih perlu kita berikan kepada mereka para wanita yang telah memberikan banyak pengorbananya bagi terciptanya masyarakat yang religius ini.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Wanita yang berakhlak mulia serta memahami peranannya sangat diperlukan untuk membentuk bangsa atau masyarakat yang diharapkan yakni sebuah masyarakat yang religius. Yaitu masyarakat yang menjunjung norma-norma agama, berpegang teguh kepada ajaran agama dan dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-sehari dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat.
2. Masyarakat religius sangat berperan penting dalam mencoraki pribadi – pribadi muda yang berakhlak. Sebab dalam masyarakat religiuslah para generasi muda belajar akan akhak luhur, budi pekerti, etika dan hal positif lainnya. Hal tersebut yang akan menjadi bekal bagi generasi muda untuk melindungi diri dari pengaruh negatif kultur asing yang datang sebagai implikasi dari era globalisasi.

B. SARAN
1. Memberikan kesempatan yang besar bagi wanita dalam hal pendidikan, sebab membangun masyarakat religius harus diawali dengan mendidik para ibu.
2. Mengingatkan kembali fungsionalitas agama bagi kehidupan dan kebahagian hakiki manusia.
3. Mengadakan training keluarga dan pendidikan anak, yang diadakan pada masa pra-nikah untuk generasi muda, sebagai bekal untuk kehidupan berkeluarga.
4. Pemerintah hendaknya membatasi acara-acara televisi dan media massa lain yang berpotensi merusak mental dan spiritual bangsa. Pemerintah harus mewajibkan pemilik media massa untuk melibatkan psikolog dan ruhaniwan dalam memproduksi sebuah program, terutama program untuk anak-anak dan remaja, agar program acara tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulrahim Imadudin, 1986, Islam Alternatif Ceramah – Ceramah di Kampus; Jalaluddin Rahmat, Bandung, Mizan
Fadlullah Sayid Muhammad Husain, 2000, Dunia Wanita dalam Islam, Jakarta, Lentera
Razwy Sayid, 2002, Menapak Jalan Suci Sang Putri Mekah, Jakarta, Lentera
Jalaluddin Rahmat, 1991, Islam Aktual;Refleksi Sosial Cendekiawan Muslim, Bandung, Mizan
Rahman Yudi Nur, 1995, 14 Manusia Suci, Bandung, Pustaka Hidayah
Euis Daryati, Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius (1); Sebuah Pengantar, http://www.islamfeminis.wordpress.com, Surakarta, 3 Juli 2007
, Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius (2);Perempuan dan Pendidikan, http://www.islamfeminis.wordpress.com, Surakarta, 3 Juli 2007
, Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius (3); Perempuan dan Religiusitas, http://www.islamfeminis.wordpress.com, Surakarta, 3 Juli 2007
, Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Religius (3); Perempuan dan Syarat Keunggulan Masyarakat, http://www.islamfeminis.wordpress.com, Surakarta, 3 Juli 2007
, Wanita, Tradisi dan Konsep Keadilan Gender (1), http://www.islamfeminis.wordpress.com, Surakarta, 3 Juli 2007

Pengertian Psikologi

Pengertian “psyche”
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan) karena :
• Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
• Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah

Apakah itu Psikologi ?
'Psikologi' didefinisikan sebagai kajian saintifik tentang tingkahlaku dan proses mental organisme. Tiga idea penting dalam definisi ini ialah; 'saintifik', tingkahlaku' dan 'proses mental'. Saintifik bermakna kajian yang dilakukan dan data yang dikumpulkan mengikuti prosedur yang sistematik. Walau pun kaedah saintifik diikuti, ahli-ahli psikologi perlu membuat pelbagai inferen atau tafsiran berdasarkan temuan yang diperoleh. Ini dikarenakan subjek yang dikaji adalah hewan dan manusia dan tidak seperti sesuatu sel (seperti dalam kajian biologi) atau bahan kimia (seperti dalam kajian kimia) yang secara perbandingan lebih stabil. Manakala mengkaji tingkah laku hewan atau manusia memang sukar dan perlu kerap membuat inferen atau tafsiran

Perbedaan antara Jiwa dan Nyawa
Pengertian jiwa dengan nyawa adalah berbeda. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah (organic behavior) yiatu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar, misal : insting, refelks, nafsu dan sebaginya
Sedang jiwa adalah : daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi hingga manusia. Perbuatan pribadi adalah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah dan sosial.
Menurut Aristoteles, jiwa disebut sebagi anima yang terbagi dalam tiga macam jenis yaitu :
1. anima vegetativa, yaitu anima yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk makan, minum dan berkembang biak
2. anima sensitiva, yaitu anima yang terdapat dalam hewan. Anima ini memiliki kemampuan seperti anima vegetativa juga kemampuan untuk berpindah tempat, mempunyai nafsu, dapat mengamati, mengingat dan merasakan



3. anima intelektiva, anima yang terdapat dalam diri manusia. Selain memiliki kemampuan seperti anima sensitiva juga mempunyai kemampuan berpikir dan berkemauanan

Aliran dalam Psikologi
dan Pandangan Tentang Karakter Manusia

A. Psikoanalis
Aliran psikoanalis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia, pendiri aliran ini adalah Sigmund Freud. Fokus aliran ini adalah totalitas kepribadian manusia bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah.
Menurut aliran ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil interaksi sub sistim dalam kepribadian manusia yaitu:
a. Id, yaitu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan cenderung memenuhi kebutuhannya .Bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani yang terdiri dari dua bagian:
i). libido - insting reproduktif penyediaan energi dasar untuk kegiatan – kegiatan kosntrukstif.
ii). thanatos – insting destruktif dan agresif
b. Ego, berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebgai wujud rasional. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas
c. Super ego, yaitu unsur yang menjadi polisi kepribadian, mewakili sesuatu yang normatif atau ideal super ego disebut juga sebgai hati nurani,merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan dibawah alam sadar.

B. Behaviorisme
Aliran behaviorisme lahir sebagai reaksi aliran instropeksionisme ( menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif ) dan juga aliran psikoanalisis (berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang nampak saja yang dapat diukur dilukiskan dan diramalkan Teori dari aliran ini dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar.





Behaviorisme mempersoalkan bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Walaupun demikian asumsi yang digunakan oleh aliran behaviorisme aliran ini banyak menentukan perkembangan psikologi.
Salah satu yang sering muncul dalam literatur psikologi adalah tentang teori “tabula rasa” sebagai kelanjutan pendapat Aristoteles yang secara garis besar menganalogikan manusia ( bayi ) sebagai kertas putih dan menjadikan hitam atau menjadikan berwarna lain adalah pengalaman atau hasil interaksi dengan lingkungannya. Teori pelaziman klasik, teori pelaziman operan dan social learning theory juga merupakan produk dari aliran ini
Teori pelaziman klasik
Pada awal tahun 1900an, seorang ahli fisiologi Rusia bernama Ivan Pavlov menjalankan satu siri percubaan secara sistematik dan saintifik dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada sesuatu organisme. Pavlov mengasaskan kajiannya pada 'hukum perkaitan' (Law of Association) yang di utarakan oleh ahli falsafah Yunani awal seperti Aristotle. Menurut pendapat ini, sesuatu organisme akan teringat sesuatu karena sebelumnya telah mengalami sesuatu yang berkaitan. Contohnya, apabila melihat sebuah mobil mewah, mungkin kita membuat pengandaian si pengendara mobil adalah seorang kaya atau seorang terkemuka. Andaian ini bergantung kepada pengalaman kita yang lampau.
Teori pelaziman Operant
Perkataan 'operan' diciptakan oleh Skinner yang berarti apabila organisme menghasilkan sesuatu respon karena mengoper atas stimulus yang diterima disekitarnya. Contohnya, seekor anjing akan menghulurkan kaki depannya sekiranya ia ketahui bahawa tingkahlaku itu akan diikuti dengan makanan. Begitu juga dengan seorang anak tidak mau rewel karena dia akan dibelikan es krim. Dalam kaitan teori ini, dikenal istilah reinforcement dan punishment.
Teori Social Learning Theori
Pembelajaran Sosial menyatakan bahawa seorang individu meniru tingkahlaku (imitation) yang diterima masyarakat (socially accepted behaviour) dan juga tingkah laku yang tidak diterima masyarakat

C. Psikologi Kognitif
Aliran ini lahir pada awal tahun 70-an ketika psikologi sosial berkembang ke arah paradigma baru manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk pasif yang digerakkan oleh lingkungannya tetapi makhluk yang paham dan berpikir tentang lingkungannya (homo sapiens). Aliran ini memunculkan teori rasionalitas dan mengembalikan unsur jiwa ke dalam kesatuan dalam diri manusia .asumsi yang digunakan adalah manusia bersifat aktif yang menafsirkan stimuli secara tidak otomatis bahkan mendistorsi lingkungan.
Jadi manusialah yang menentukan stimuli . Salah satu nama yang muncul dari aliran ini yaitu Kurt Lewin dan dikenal dengan teori :B = f ( P. E ). Behavior adalah hasil interaksi antara Persons dengan Enviroment



D. Psikologi Humanistik
Lahir sebagai revolusi ketiga atau dikatakan sebagai mazhab ketiga psikologi. Psikologi humanistik melengkapi aspek-aspek dasar dari aliran psikoanalisis dan behaviorisme dengan memasukan aspek positif yang menentukan seperti cinta , kreativitas , nilai makna dan pertumbuhan pribadi. Psikologi Humanistik banyak mengambil penganut Psikoanalisis Neofreudian. Asumsi dasar aliran ini yang membedakan dengan aliran lain adalah perhatian pada makna kehidupan bahwa manusia bukanlah sekedar pelakon tetapi pencari makna kehidupan
Selanjutnya konsep yang menjadikan teori aliran psikologi humanistik tiada duanya adalah konsep dari tokoh aliran ini yaitu Abraham Maslow yang menyatakan “studi tentang orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya mutlak menjadi fondasi bagi sebuah ilmu psokologis yang lebih semesta( Frank Goble,1993,34 )
Krtik-kritik dari psikologis humanistik menunjukan perbedaaan dan asumsi yang berbeda dengan aliran –aliran lain:
1. Psokologi humanistik tidak mengagungkan metode statistik dan serba rata-rata tetapi melihat pada yang mungkin dan harus ada.
2. Psikologis humanistik tidak berlebihan melakukan penelitian eksperimen pada binatang tetapi pada kodrat manusia beserta sifat-sifat manusia yang positip.
Dengan demikian pendekatan yang dilakukan bersifat multi displiner lebih luas lagi menyeluruh terhadap masalah-masalah umat manusia. Salah satu teori aliran ini adalah Teori Maslow tentang "Hirarkhi Kebutuhan Manusia. Teori ini menyatakan bahwa manusia akan dapat mengaktualisasikan diri dan percaya diri, manakala kebutuhan akan makanan, kesehatan, rasa aman dan diterima dalam suatu kelompok.
Gambar. Hirarkhi kebutuhan Abraham Maslow
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
Kebutuhan fisiologis dasar
• Kebutuhan fisiologis dasar: gaji, makanan, pakaian, perumahan
• Kebutuhan akan rasa aman: lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk ancaman,
• Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi: kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain
• Kebutuhan untuk dihargai: pemberian penghargaan atau reward, mengakui hasil karya individu
• Kebutuhan aktualisasi diri: kesempatan dan kebebasan untuk merealisasikan cita-cita atau harapan individu